MA Pindahkan Tiga Hakim Yang Tangani Kasus Pemerkosaan Dua Anak

Mahkamah Agung telah menarik atau memindahkan tiga hakim Pengadilan Negeri Cibinong yang menangani kasus pemerkosaan terhadap dua anak di bawah umur ke Pengadilan Tinggi Bandung untuk dibina.

Vonis bebas Hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor terhadap HI, pelaku kekerasan seksual terhadap kakak beradik, Joni (14 tahun) dan Jeni (7 tahun) – keduanya nama samaran demi keamanan dan privasi korban – dikecam luas masyarakat yang menilai proses persidangan tersebut tidak memenuhi kaidah-kaidah hukum acara yang berlaku.Membludaknya informasi dari masyarakat membuat Mahkamah Agung langsung menerjunkan tim pemeriksa dari Badan Pengawasan. Hasilnya, menurut Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah, meskipun proses pemeriksaan saat ini belum selesai secara tuntas tetapi secara substansial sudah dapat dijadikan dasar untuk mengambil tindakan.

Kepada wartawan di kantornya, Selasa (30/4), Abdullah mengatakan Mahkamah Agung telah menarik ketiga hakim yang menangani kasus tersebut ke Pengadilan Tinggi Bandung untuk dilakukan pembinaaan. Menurutnya karena saat ini proses verifikasi dan klarifikasi belum selesai maka pemindahan ini juga dilakukan agar tidak menggangu kinerja Pengadilan Negeri Cibinong.

Sejak ditarik atau dipindahkan ke Pengadilan Tinggi Bandung, ketiga hakim tersebut tidak memiliki kewenangan untuk menyidangkan perkara sampai masalah yang mereka hadapi selesai.

MA Jatuhkan Sanksi terhadap Ketua Pengadilan Negeri Cibinong

Selain ketiga hakim, Mahkamah Agung juga menjatuhkan sanksi pada Ketua PN Cibinong, berinisial LJ, karena dianggap lalai melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap anggotanya. Untuk mengisi kekosongan pimpinan PN Cibinong, kata Abdullah, pihak Pengadilan Tinggi Bandung hari ini (Selasa 30/4) melantik ketua pengadilan yang baru.

“Sebetulnya ditarik ke Pengadilan Tinggi Bandung. Ini juga dapat diartikan sebagai sanksi karena sejak ditarik ini sejak pukul 23.00 tadi malam ini kewenangan untuk menyidangkan perkara sudah tidak ada. Jadi sudah tidak diperkenankan lagi menyidangkan perkara sampai masalahnya tuntas. Demikian juga Ketua Pengadilan Negeri Cibinong yang ditarik dan diganti dengan ketua pengadilan yang baru,” ungkap Abdullah.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Abdullah dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (30/4). (VOA/Fathiyah)

Abdullah menjelaskan tindakan yang dikenakan MA terhadap para hakim itu karena selama proses persidangan, kedua anak tidak diberi hak mereka sebagaimana semestinya, antara lain tidak diperkenan didampingi pendamping.

Selain itu, meski putusan diambil oleh tiga hakim, selama proses persidangan hanya hakim ketua yang menjalankan persidangan. Ini jelas melanggar aturan yang ada, tegas Abdullah.

“Tindakan dari Mahkamah Agung kepada para hakim bukan karena putusan bebasnya karena putusan bebas masih bisa diupayakan hukum kasasi ke Mahkamah Agung. Proses persidangan itu sudah ditentukan majelisnya harus lengkap baru boleh sidang, tidak boleh dilakukan sendiri kecuali ada izin dari ketua Mahkamah Agung.”

Dua Anak Diperkosa Tetangganya Sendiri Bertahun-Tahun

Joni dan Jeni diperkosa selama bertahun-tahun oleh tetangganya sendiri, yang bernama HI, 41 tahun. Joni diperkosa sejak berumur 12 tahun dan Jeni sedari berusia empat tahun.

Koordinator Pelayanan Hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) APIK Uli Arta Pangaribuan mengatakan dalam persidangan, pelaku berinisial HI, mengakui telah melakukan kekerasan seksual kepada Joni dan Jeni. Para saksi juga memberikan keterangan yang menguatkan. Hasil visum dokter menyimpulkan HI sudah melakukan kekerasan seksual terhadap Joni dan Jeni.

Jaksa sejatinya telah menuntut hukuman 14 tahun penjara dan denda Rp 30 juta kepada terdakwa HI, berdasarkan pasal 81 ayat 2 dan pasal 82 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Tapi pada 25 Maret 2019, hakim Pengadilan Negeri Cibinong, Kabupaten Bogor, memutus bebas HI dengan pertimbangan tidak ada saksi yang melihat langsung pemerkosaan terhadap Joni dan Jeni.

Banyak Kejanggalan Selama Proses Sidang Joni-Jeni

Meyriza Violyta dari Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Fakultas Hukum Universitas Indonesia menilai adanya kejanggalan selama proses persidangan kasus Joni dan Jeni. Pertama sejak awal hingga persidangan berakhir, keduanya tidak didampingi oleh kuasa hukum.

“Mereka dari awal sampai akhir itu betul-betul hanya antara hakim dan kedua korban. Padahal harusnya di dalam peraturan perundang-undangan, di undang-undang perlindungan anak juga, anak yang menjadi korban itu wajib didampingi pada saat proses persidangan.”

Apalagi, lanjutnya, korban bernama Joni juga menderita disabilitas mental.

Selain tanpa pendampingan, kedua korban juga diperiksa bersama pelaku dalam satu ruang sidang. Ini tentu memperberat trauma psikis Joni dan Jeni.

Meyriza mengaku sangat heran dengan perilaku hakim yang tidak memperhatikan kondisi anak sebagai korban.

Hakim yang Sama Pernah Putus Bebas Terdakwa Pelaku Kasus Serupa

Puncak kejanggalan kasus ini adalah hakim memutus bebas pelaku. Hakim yang sama diketahui telah memutus bebas pelaku serupa dalam kasus lain. Belum jelas apakah Mahkamah Agung juga akan mengevaluasi seluruh putusan yang diambil ketiga hakim ini dalam kasus-kasus sebelumnya. (fw/em)

 

https://www.voaindonesia.com/a/ma-pindahkan-tiga-hakim-yang-tangani-kasus-pemerkosaan-dua-anak/4897644.html

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *