“BERKURUNG SPRITUAL” ( Seri : Ramadhan “Nikmati Prosesnya dan Dapatkan Bonusnya”)

BANJARMASIN-DUTATV.COM Sahabat Secangkir Kopi Seribu Inspirasi, suasana bulan ramadhan dan menjalankan ibadah puasa pada tahun 1441 Hijriah kali ini, memang terasa sangat berbeda dengan ibadah-ibadah puasa bulan ramadhan sebelumnya sepanjang pengalaman kehidupan saya.  Selama ini bulan ramadhan dan ibadah puasa tidak hanya ditandai oleh maraknya ritual ibadah yang bersifat “hablum minallah”, akan tetapi juga ibadah yang bersifat “hablum minannas” yang ditandai oleh maraknya kehidupan social ekonomi masyarakat, sehingga terdapat banyak ulasan yang mengkaitkan ramadhan dengan perekatan social (kohesi social), solidaritas social, kesholehan sosial dan pergerakan ekonomi umat sebagai potensi produksi dan pasar umat, diesamping  distrubusi ekonomi melalui umat melalui zakat, infaq dan sedekah.

Sahabat ! ibadah yang bersifat “hablum minallah” saja telah terjadi suasana perubahan yang tidak biasanya atau dikatakan tidak normal sebagaima biasanya, yaitu sholat wajib dan sholat sunat taraweh berjamaah, tadarusan berjamaah, buka puasa bersama di mesjid, tausiah atau kajian keagamaan setelah sholat atau menjelang berbuka puasa secara langsung dalam suatu forum, semuanya dianjurkan untuk dilakukan di rumah dan dalam lingkungan yang sangat terbatas. Kondisi ini bisa disingkat dengan menggambarkan dengan satu ungapan yaitu “hilangnya semarak beribadah”.

Sahabat ! begitupulalah yang terjadi dalam ibadah yang bersifat “hablum minannas”, tak terlihat suasana masyarakat bercengkrama, saling mengunjungi, saling berpelukan dan berjabat tangan, mempruduksi dan memasarkan keperluan puasa secara bersama sama seperti pasar wadai dan bazar kebutuhan pokok, gerakan masal zakat, infaq dan sedekah yang ramai dan seterusnya. Kondisi ini juga bisa digambarkan dengan satu ungkapan “hilangnya semarak social ramadhan”.

Sahabat ! yang saya maksudkan hilangnya semarak tersebut di atas, tentu bukan berarti tidak adanya kegiatan ibadah yang bersifat “hablum minallah” dan “hablum minannas” tersebut, tapi eksistensi ibadahnya telah bergeser dari ruang “public” keruang yang bersifat “privat”, sehingga saya bisa menyebutkan sebagai pergeseran dari konsep “SYIAR UMAT” kepada “SYIAR DIRI”. Hal ini berarti esensi bergeser dari penyampaian atau pengenalan ibadah kepada umum, menjadi penyampaian dan pengenalan ibadah untuk perenungan diri sendiri.

Sahabat ! sejumlah asumsi bisa saja diungkapkan untuk mengambil hikmah dari pergeseran tersebut, barangkali kita selama ini telah “memasarkan ibadah” sebagai symbol social yang tidak meresap dalam sanubari kita, ibadah lebih dipandang sebagai “pertunjukan” bahwa ia bisa diberi label “sholeh”, sementara perilakunya tidak berubah sebagai dampak dari ibadah yang dijalankannya tersebut, dalam hal ini agama lebih dipandang dari sisi formal ketimbang sisi substansial.  Sedemikian masifnya dipertontonkan ke kita akan perilaku yang “munafik” tersebut, maka sampai pada satu titik kita dipaksa oleh pandemic virus ini untuk tidak lagi “show” dalam menjalankan ibadah, melainkan merenungkannya di rumah sendiri.  Dalam bahasa yang lebih tegas “KEBERADAAN ALLAH ITU BUKAN LAGI DIPERTONTONKAN DI RANAH PUBLIK, MELAINKAN DIRESAPI DALAM RANAH SANUBARI KITA MASING-MASING”.

Sahabat ! suasana yang seperti inilah yang saya sebut “BERKURUNG SPRITUAL”, karena pandemic virus ini membawa kekuatan besar merubah perilaku keberagamaan kita dari “keramaian” kepada “kesendirian” dan dalam kondisi kesendirian inilah kita melakukan tafakur untuk lebih banyak merenungkan kehidupan diri kita masing-masing.

Sahabat ! perenungan diri dengan kondisi “berkurung spiritual ini” sesungguhnya bukanlah hal yang baru dalam peradaban islam, sebagaimana dahulu Nabi Kita Muhammad SAW melakukan kesendiriannya di Gua Hira yang ada di Jabal Nur dipinggiran Kota Mekah, sebagai reaksi beliau atas dipertontonkannya “kejahiliahan” masyarakat jahiliah saat itu.  Sejarah kemudian mencatat di Gua Hira inilah Rasulullah menerima wahyu pertama seperti yang tertuang dalam surah Al-Alaq 1-5, dan setelahnya Rasulpun menyampaikan risalah Dienul Islam kepada umat manusia agar terbebas dari kegelapan hidup.

Sahabat ! jauh sebelum masa Rasullah SAW, dimasa nabi Ibrahim pun kita menyaksikan satu episode bagaimana kemudian nabi Ibrahim menemukan TUHAN dalam perenungan kesendiriannya,  sebagaimana diceritakan dalam Al-Quran al-An’am ayat 76-79, saat ia melihat matahari yang menyinari bumi iapun berfikir inilah Tuhan, akan tetapi saat matahari tenggelam iapun tidak meyakininya lagi, saat melihat bintang-bintang yang indah di angkasa, bulan yang bersinar, akan tetapi semuanya sirna oleh waktu berakhirnya malam, iapun tidak meyakininya sebagai Tuhan, dan kemudian dia Ibrahim meyakini Tuhan yang mennciptakan matahari, bintang dan bulan tersebut. (lihat tulisan inspirasi saya SANDARAN KEBAHAGIAAN).

Sahabat ! begitupula banyak diceritakan dalam cerita-cerita perjalanan orang-orang sufi menemukan jalan hidupnya mengasingkan diri dari keramaian kehidupan, dan melakukan kontemplasi perenungan yang mendalam dalam mencari hakikat kehidupan, yang akhirnya berhasil “menemukan” kecintaannya terhadap Yang Maha Kuasa, sampai-sampai dalam ucapannya yang “menampikan” syurga dan neraka, dan melenyapkan syurga dan neraka tersebut karena ketulusan kecintaan dan kerinduannya kepada Allah dalam beribadah, dan takut kalau ia beribadah itu karena mengharapkan syurga dan menghindari neraka.

Sahabat ! saat kedatangan pandemic virus inilah “fiqih pandemic” diluncurkan yang “MENUNTUN KITA DENGAN LEBIH DIUTAMAKAN BERIBADAH DI RUMAH DIMASA PANDEMIC COVID 19” saya memaknainya INILAH MASA KITA BERKURUNG SPRITUAL DI ERA SEKARANG DAN SEMOGA KITA MENEMUKAN KEMBALI JALAN KEDEKATAN KEPADA ALLAH TANPA ADA PAMRIH APAPUN KECUALI HANYA KECINTAAN KITA KEPADA NYA.

 

Salam Secangkir Kopi Seribu Inspirasi.

#Semakintuasemakinbijaksana

#semakintuasemakinbahagia

Dr. Syaifudin

Dewan Redaksi Duta TV

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *