RENUNGAN MILAD “LELAKI SETENGAH DEWA”

DUTATV.COM-Banjarmasin. Sebelumnya saya pernah mengatakan bahwa kalau perempuan ditanya tentang usianya ada semacam reaksi atau respon kurang suka, karena ada pendapat yang berkembang di masyarakat bahwa perempuan cenderung menyembunyikan berapa usia sebenarnya. Namun berbeda dengan lelaki yang punya kecenderungan lebih terbuka dengan usianya, karena usia bisa menjadi perlambang “kedewasaan” atau mempunyai bobot  pekatnya “asam garam” kehidupan.

Begitulah saat saya membuat tulisan ini, saya tepat berusia 58 tahun (08 Desember 1962 – 08 Desember 2020) suatu usia dengan segudang “asam garam” kehidupan, yang mesti disudahi dengan kata “cukup” untuk mengembangkan paradigma “memiliki” yang belum dimiliki apapun dalam kehidupan ini, tetapi menjadikan paradigma “menjadi” lebih baik dalam makna immaterial berupa akhlak, iman dan taqwa kepada Yang Maha Kuasa guna mencapai titik akhir yang baik.

Paradigma menjadi lebih baik ini selalu “bertarung” dengan paradigma “memiliki” yang biasanya menjadi sikap ambisius dari seorang lelaki yang terus ingin eksis karakter kelaki-lakiannya.  Namun demikian sejalan dengan proses dari suatu metamorphosis kehidupan pada setiap jenjang usia dan kedewasaan semakin mengarah kepada hakikat “kelalakiannya lelaki” yang berorientasi pada paradigma “menjadi” lebih baik dalam perilakunya, ibadahnya, dan mengarahkan kehidupannya nya secara transendental  untuk menemukan ketenangan jiwa.

Berita Lainnya

Dulu pada phase “memiliki” secara sikap ambisius telah melahirkan heroisme dalam mengejar harta, kehormatan, pujian dan kemudian secara relative telah mencapai puncaknya pada titik tertentu seperti pada usia diatas limapuluhtahunan lebih ini. Dampaknya ada arus balik terhadap phase ini, dimana dia tidak lagi memikirkan “kegantengannya”, “kekayaannya”, “ketenarannya”, melainkan memikirkan sikap hidup yang bijak dengan tidak lagi melihat segala sesuatu secara “hitam putih”, melainkan kebermanfaatan bagi orang lain, dan makhluk lainnya. Karena dengan cara pandang ini ia menemukan eksistensi diri dari hasil pengembaraan hidupnya selama ini.

Suatu pertanyaan apa yang kamu cari dalam hidupmu selama ini ? mesti dijawab oleh lelaki di usia ini, saat tubuhnya sudah tidak sekuat dulu lagi, uban sudah bermunculan sebagai ijazah hidup, pandangan yang sudah mulai redup, gerak yang mulai lambat menjadi pertanda sekaligus peringatan bagi dirinya tentang apa yang ia cari dalam kehidupan ini.

Saat inilah sebagai lelaki bisa bercerita banyak hal apa yang telah raih dalam kehidupan sebelumnya dengan penuh kebanggaan dan pengorbanan atas capaian dan usaha yang dilakukannya, tentu cerita itu sebagaimana layaknya orang bercerita naik tangga dari satu tingkat ketingkat lainnya yang lebih tinggi dari posisi ketinggian yang sekarang diperolehnya. Sampai dititik ini lelaki mesti berfikir menyiapkan generasi penenur yang dalam tahap menaiki anak tangga kehidupan, sedangkan dia sudah berpindah ke dimensi “dunia lain” untuk bersiap memulai perjalanan anak tangga pada phase kehidupan di luar kehidupan alam dunia yang fana.

Saat lelaki memikirkan dan mengorientasikan pada kehidupan setelah berakhirnya pada hidup didunia inilah yang saya sebut “lelaki setengah dewa”, karena cara berfikirnya ibarat garis lurus, maka ia telah melewati titik tiga perempat garis perjalanan, dan yang tersisa seperempatnya inilah digunakan sebagai titik balik menyiapkan kehidupan berikutnya itu. Atau dengan kata lain, pertimbangan hidupnya pada sisi duniawi hanya tinggal seperempat dan tiga perempatnya untuk kehidupan ukhrawi, maknanya dia tetap memikirkan eksistensi kehidupan manusia sebagaimana layaknya manusia dunia yang memerlukan kebutuhan hidup dunia, namun semuanya diarahkan untuk kehidupan akhirat.

Begitulah tranformasi hidup dari seorang lelaki, sehingga dia tidak lagi menganggap penting ketampanan, tetapi menganggap penting kesehatan raga dan jiwa, ia tidak lagi menganggap penting uang, tapi menganggap penting berbagi dan keberkahan, ia tidak lagi menganggap penting ketenaran, tapi menganggap penting ketenangan, ia tidak lagi menganggap penting kemegahan, tapi menganggap penting kebahagiaan, ia tidak lagi menganggap penting persaingan, tapi menganggap penting  persahabatan, ia tidak  lagi menganggap penting kebanggaan kecerdasannya, tapi menganggap penting keredahan hatinya.  Bagi dia hidupnya, usahanya, hartanya, keluarganya, sahabatnya dan ibadahnya, bahkan matinyapun disandarkan kepada Yang Maha Kuasa.

Terimakasih kepada isteri, anak, menantu dan dua orang cucu, keluarga, sahabat, kolega atas perhatian dan doanya di milad saya kali ini. Paradigma “lelaki setengah dewa” insyaallah membawa kedamaian dalam kehidupan kita semua.

Salam Wisdom Spritual.

Banjarmasin 08 Desember 2020.

Dr. Syaifudin

Dewan Redaksi Duta TV

Berita Lainnya

Comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *