Kenali Indikasi Pelecehan Seksual di Tempat Kerja

Tindakan pelecehan suksual menjadi sorotan setelah kasus yang menimpa Baiq Nuril Maknun, guru honorer SMA Negeri 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat, muncul ke permukaan dan menjadi perhatian publik. Baiq diputuskan bersalah dan harus menjalani hukuman penjara.

Putusan tersebut menjadi pukulan telak bagi pemerintah atas jaminan perlindungan perempuan pekerja dari kekerasan dan pelecehan seksual. Baiq hanya satu dari sekian korban yang tak tercatat.

LSM Perempuan Mahardika menilai apa yang menimpa Baiq sebagai bentuk kriminalisasi. Meski tak terbukti secara fisik, Baiq merupakan korban pelecehan korban seksual. Sayang, belum banyak perempuan yang menyadari keberadaan pelecehan seksual di lingkungan kerja.

Sekretaris Nasional Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi berbagi sejumlah indikasi pelecehan seksual secara verbal yang mungkin terjadi pada perempuan di tempat kerja. Salah satu bentuk yang paling sederhana adalah siulan dan ucapan meledek.

“Misalnya bersiul, atau mengeluarkan ucapan ‘suit-suit’, itu sudah masuk kategori pelecehan,” ujar Mutiara ketika berbincang dengan CNNIndonesia.com, Sabtu (6/7).

Bentuk pelecehan seksual secara verbal lainnya adalah dengan membicarakan bagian tubuh rekan kerja perempuan. Apalagi ketika pembicaraan tersebut membuat subyek yang dibicarakan menjadi malu dan marah.

Lebih jauh, bentuk pelecahan seksual secara verbal juga bisa terjadi dalam bentuk pembicaraan mengenai sejarah seksual rekan kerja perempuan. “Ini sama persis seperti apa yang dialami oleh Baiq Nuril,” ungkapnya.

Selain berbentuk verbal, pelecehan seksual yang kerap diterima perempuan di tempat kerja juga bisa dalam bentuk fisik.

“Mulai dari dicolek, dipeluk, diremas, dipepet. Itu bisa menjadi modus-modus pelecehan. Begitu pula dengan pandangan-pandangan menjurus pada bagian tubuh tertentu,” katanya.

Bila pelecehan seksual terjadi, Mutiara menyarankan agar korban tidak hanya bercerita kepada orang-orang yang dipercayai di lingkungan kerja. Lebih dari itu, menurutnya, korban harus berani untuk melaporkan ke pihak terkait, mulai dari serikat pekerja, atasan, hingga pihak kepolisian.

“Sebab, untuk melawan itu butuh keterampilan dan pendampingan, serikat pekerja bisa menjadi hal yang paling diandalkan,” ujarnya.

Ia pun meminta para korban pelecehan seksual baik secara verbal maupun fisik untuk tidak takut dan khawatir dengan dampak pelaporan yang dilakukan. Pasalnya, bentuk pelecahan seksual sejatinya tidak dibenarkan, sehingga korban justru harus berani untuk melaporkannya.

Kasus Baiq bermula dari obrolan dalam telepon bersama rekan kerjanya berinisial M, yang menjabat sebagai kepala sekolah di tempatnya bekerja. Perbincangan telepon direkam Baiq guna melindungi dirinya dari tuduhan hubungan gelap.

Alih-alih melindungi diri, rekaman tersebut justru malah disebarluaskan oleh rekan kerjanya. Rekaman yang tersebar membuat M melaporkan Baiq Nuril ke pihak kepolisian dengan tuduhan pelanggaran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2018 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

 

https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *