Isyarat Tuli Yang Terus Ingin ‘Mendengar’

DUTA TV BANJARMASIN – Bagi orang kebanyakan, menikah dan adab yang harus dilakukan setelah proses ijab kabul bisa dipahami dengan mudah. Namun bagi kaum difabel, khususnya Tuli, hal ini tidak serta merta mereka ketahui.

Untuk itu diperlukan ‘kerja ekstra’ bagi penerjemah isyarat, agar mereka bisa melakukannya dengan benar. Terlebih di Kantor Urusan Agama tidak ada fasilitator bagi kaum Tuli, sebutan untuk penyandang tuna rungu.

Menurut relawan Gerakan untuk Kesejahteraan tuna rungu Indonesia  (Gerkatin) Banjarmasin yang juga penerjemah, Shintya, pendidikan agama sangat penting untuk diajarkan.

“Ketika teman – teman Tuli tidak memahami agamanya sendiri, itu sangat menyedihkan. Saya ingin adanya perhatian dari instansi untuk teman – teman Tuli, agar mereka mendapatkan kebutuhan yang diperlukan. Kita masih kekurangan orang yang bisa menjembatani kebutuhan tersebut,”kata Shintya mengenai sangat minimnya penerjemah yang ada saat ini.

Kaum Tuli selama ini bersemangat untuk belajar agama dengan mengikuti majelis taklim. Namun ketiadaan penerjemah menjadi hambatan bagi mereka untuk menuntut ilmu agama.

Hal ini seperti disampaikan Ketua Gerkatin Banjarmasin, Rini Hayati. Melalui bahasa isyarat, ia mengatakan kehadiran penerjemah sangat diperlukan agar ia bisa belajar agama dengan lebih baik.

“Saya sudah bisa sholat namun belum begitu bisa membaca Al Quran. Baru belajar huruf hijaiyah. Saya pakai syarat karena saya tuli. Kalau ada lembaga yang ngajari, mau belajar tapi pakai isyarat,”ujar Rini yang mengikuti kajian agama beberapa kali dalam seminggu.

Yang diperlukan saat ini adalah kurikulum yang mengacu pada kebutuhan kaum Tuli. Fasilitas alat peraga bisa dikatakan masih kurang, bahkan tidak ada. Sehingga para relawan seperti Shintya harus berkreasi sendiri untuk memudahkan proses belajar, terutama belajar agama.(ey)

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *