Pengesahan RUU TNI Dibayangi Penolakan

Jakarta, DUTA TV — Perubahan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 atau RUU TNI menuai kontroversi. RUU itu mendapatkan penolakan keras dari publik karena dianggap menghidupkan kembali wacana laten dwifungsi ABRI yang sudah dihapus setelah reformasi 1998.
Organisasi masyarakat sipil hingga akademisi ramai-ramai menolak revisi UU yang tengah dibahas di DPR, dan direncanakan disahkan jadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Kamis (20/3) hari ini.

Berikut rangkuman aspirasi dan kritik dari berbagai elemen masyarakat atas RUU TNI:

Alissa Wahid
Putri sulung almarhum Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Alissa Wahid meminta RUU TNI batal disahkan karena dinilai tak memiliki urgensi pembahasan.

Aspirasi itu disampaikan Alissa dalam konferensi pers Gerakan Nurani Bangsa, Selasa (18/3).

Alissa mengatakan dalam draf RUU TNI terlihat menjauhkan TNI dari semangat profesionalitas sebagai prajurit. Ia pun mempertanyakan iktikad DPR dan pemerintah sehingga RUU TNI ini harus mempercepat pengesahan RUU tersebut.

Alissa berkaca Indonesia punya pengalaman pengesahan UU Cipta Kerja (Ciptaker) dibahas secara terburu-buru dan minum partisipasi. Hasilnya, sambungnya, implementasi UU tersebut amburadul hingga saat ini.

UGM dan UII
UGM dan perwakilan UII menuntut pemerintah dan DPR membatalkan RUU TNI karena dianggap akan menghidupkan kembali dwifungsi prajurit seperti era Orde Baru.

Kritik dua kampus itu, pembahasan RUU TNI tidak transparan dan terkesan terburu-buru serta mengabaikan suara publik.

Mereka juga menggelar aksi di halaman depan Gedung Balairung, Selasa (18/3). Poster bertuliskan ‘Tolak RUU TNI’, ‘Tolak Dwifungsi TNI’ dan ‘Kembalikan TNI ke Barak’ menghiasi aksi.

Aliansi Jogja Memanggil
Massa aksi Aliansi Jogja Memanggil juga menggelar unjuk rasa mengajak menggagalkan RUU TNI.

Aliansi menyatakan RUU TNI tak cuma berpotensi melahirkan kembali dwifungsi ABRI, namun multifungsi militer selain merupakan upaya pengkhianatan terhadap reformasi.

Padahal, dwifungsi ABRI ini telah menorehkan catatan kelam dalam sejarah. Seperti jejak represif dan kejahatan HAM oleh mendiang Presiden ke-2 RI Soeharto.

Komnas HAM
Komnas HAM juga menolak RUU TNI. Salah satu yang paling disorot ialah Pasal 47 ayat 2 yang mengatur perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit aktif TNI.

Komnas HAM menilai pasal itu beresiko menghidupkan kembali Dwifungsi ABRI.

Komnas HAM mencatat ada perubahan yang memungkinkan prajurit TNI aktif menduduki jabatan pada belasan lembaga sipil. Ia mengatakan presiden juga berpotensi menambah ruang penempatan prajurit TNI aktif di lembaga atau kementerian lainnya.(cnni)

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *