Meja Makan Awalku

Keluarga merupakan elemen penting dalam kehidupan. Kita tidak pernah bisa memilih dari orang tua mana kita dilahirkan. Bisa jadi dengan latar belakang, budaya, agama bahkan lingkungan yang berbeda. Tak jarang perbedaan argumen dalam keluarga menjadi hal yang  biasa.

Terlahir dari keluarga sederhana tidak melulu pula minim kasih sayang. Segala sesuatu tidak hanya di analogikan dengan materi. Tapi selain itu yang terpenting adalah kebersamaan, kedekatan dan keterbukaan.

Menurut Johnshon dalam  buku Komunikasi Keluarga, komunikasi terbuka adalah saling memahami, saling percaya, saling membuka diri, yakni  mengungkapkan tanggapan kita terhadap sesuatu yang sedang kita hadapi. Suasana batin yang menyenangkan bagi setiap anggota untuk bicara, mengemukakan ide dan perasaan dengan nyaman, tanpa ada rasa sungkan, khawatir dan tidak enak apalagi rasa takut.

Belajar dari sebuah keluarga kecil, jika memandangnya saja membahagiakan, apalagi merasakannya. Hidup mereka jadi berwarna penuh dengan canda tawa, penuh dengan kisah bahkan hal terbesar seperti masalah pun  bisa terpecahkan.

Ya terpecahkan…

Terpecahkan di sebuah tempat. Dimana itu ?  tempat yang tak terlalu besar, tak perlu banyak ornamen. Hanya di sebuah meja yang biasanya di sana tersedia aneka makanan atau jajanan.

Jawabannya adalah ruang makan. Setiap hari kita perlu makan. Di tempat makanlah kita menghabiskan waktu minimal 3 kali dalam sehari. Kalo lebih sih, kembali ke masing – masing individu.

Nah, komunikasi berawal dari hal yang sering dilakukan manusia pada umumnya. Seperti yang saya sebutkan tadi : Makan ! Selain setiap rumah memiliki tempat makannya masing – masing, harus juga dibentuk kebiasaan simple tapi bermakna yakni makan bersama.

Tahukah Anda jika meja makan yang  biasanya cuman dijadikan tempat meletakan aneka makanan bisa disulap menjadi wadah inspirasi bagi anak. Bagaimana bisa ? Ketika ayah dan ibu mengajak anak untuk terbuka terhadap pribadinya, sehingga anak akan menjadi atau terbuka dan mudah bersosialisasi terhadap lingkungan. Bukan cuman anak, tapi ayah ibu pun terbuka. Terbuka yang dimaksud adalah memberikan kebebasan tapi masih dalam batas wajar. Karena dengan keterbukan masing – masing anggota keluarga bisa menjadikan kreatifitas anak semakin berkembang. Mendukung segala potensi dan jati diri anak, selama masih dalam hal – hal positif. Di meja makan pula, orang tua secara langsung bisa meneliti segala perkembangan anak.

Next, setidaknya di meja makan segala aktifitas sehari – hari, keberhasilan anak, bahkan  kisah konyol jadi guyonanan bagi Ayah Ibu. Pelakunya bukan hanya Ayah Ibu, tapi siapapun yang menjadi bagian keluarga diharuskan untuk aktif bicara.

Doc. bimba-aiueo.com

Peranan lingkungan keluarga yang harmonis merupakan indikator terbaik untuk menciptakan karakter baik buruknya anak baik etika maupun sikapnya, terbuka atau tertutupnya anak. Menciptakan generasi emas bukan hanya sebuah fasilitas yang mumpuni tapi itu hanya sebagai penunjang. Yang utama yakni kedekatan antara orang tua dan anak.

Berdasarkan teori John Bowly yang dikenal dengan teori kedekatan (attachment), secara genetis anak akan dekat dan nyaman dengan ibunya. Anak juga dapat dekat dengan orang – orang yang dapat membuatnya nyaman dan membantunya untuk bertahan hidup.

Kelekatan emosional anak yang bermasalah bisa menimbulkan berbagai persoalan seperti anak menjadi stres. Kedekatan antara anak dan orang tua pun terbentuk jika orang tua bersikaf sensitif, responsif dan konsisten terhadap perkembangan anak.

Hal ini lah yang mendasari tempat teraman dan ternyaman bagi anak adalah keluarga. Tahapan perkembangan anak didukung dari pola asuh dan pola hubungan anak dengan keluarga dan lingkungan yang ramah.

Well, kesuksekan seorang anak dimulai dari meja makan. Dimulai dari hal simple dan tempat yang sederhana. Langkah awal yang tak memakan biaya ratusan ribu rupiah, cukup duduk sambil menyantap makanan, mendengarkan segala bentuk  cerita, harapan bahkan masalah anak – anak. Keterbukaan bukan hanya soal masalah tapi juga tentang apa yang ingin didapatkan anak. Setiap anak memiliki hak untuk berbicara, berpendapat dan berkreasi. Jangan lupa segala potensi dan minatnya selalu di dukung dan di kembangkan. (2019)

 

Penulis : Nurul Fatia

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *