Penjemputan Aktivis Walhi Kaltim Diduga Tak Terkait Corona

DUTA TV – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menduga penjemputan paksa aktivis Walhi Kalimantan Timur dan dua aktivis lainnya tidak terkait dengan kasus covid-19.

Komisioner Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM Choirul Anam mengatakan ada indikasi persoalan serius dari keterangan yang diperolehnya dari kasus jemput paksa tersebut.

“Pertama, indikasi kuat pelanggaran protokol kesehatan. Kedua, indikasi pemaksaan proses, walaupun sampai keterangan diperoleh Komnas HAM pada hari ini bahwa hasil tes, baik yang positif maupun negatif, tidak diperoleh oleh Walhi dan Pokja 30,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Minggu (2/8).

Choirul mensinyalir penjemputan tiga orang aktivis bahkan bukan untuk kepentingan kesehatan, meskipun dalih awalnya untuk karantina terkait covid-19.

“Dugaan kuat, proses yang dilakukan antara lain pemilihan random sampling, penjemputan, dan hasil swab yang belum ada, bahkan setelah sampai di rumah sakit, (tidak ada) hasil positif dan negatif. Tindakan ini adalah model penjemputan paksa yang kuat indikasinya di luar kepentingan kesehatan,” tegas dia.

Oleh karena itu, Choirul akan menindaklanjuti perkara ini atas laporan yang diterimanya. Terlebih, ketiga aktivis kerap bergelut dengan kasus-kasus terkait HAM.

Jika dalam masa penyelidikan ditemukan bukti ada penyalahgunaan kewenangan beralasan penanganan covid-19, lanjut dia, Komnas HAM bakal meneruskan mekanisme penegakan hukum ke Satuan Tugas Penanganan Covid-19.

Sebelumnya, Direktur Walhi Kalimantan Timur Yohana Tiko mengungkap ada yang janggal dari pemeriksaan corona yang dijalani dirinya bersama dua aktivis lain. Mulanya mereka dijemput dari kantornya pada Rabu (29/7) oleh petugas yang diduga dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda.

Saat itu mereka dikatakan bakal melakukan tes swab secara acak. Selang satu hari setelah diperiksa, mereka menerima pernyataan lisan bahwa dinyatakan positif corona tanpa hasil pemeriksaan tertulis.

Pada Jumat (31/7), petugas menjemput ketiga aktivis tersebut dengan alasan akan dikarantina di RSUD IA Moeis Samarinda. Namun, petugas tidak memakai alat pelindung diri (APD) lengkap sesuai protokol. Petugas juga tidak menunjukkan identitas dan surat tugasnya.

Walhi Kalimantan Timur dan Pokja 30 sendiri tengah mendalami sejumlah kasus seperti tumpahan minyak di teluk Balikpapan, penolakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.(cnn)

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *