Pemindahan Ibu Kota, Perlukah?

Pemerintah berencana memindahkan ibu kota dari Jakarta, ke luar Pulau Jawa. Namun sebagian pengamat menilai hal ini masih belum perlu.

Kemacetan lalu lintas parah, banjir dan meningkatnya urbanisasi dinilai telah membuat Jakarta tak layak lagi jadi ibu kota. Beberapa kota di Kalimantan disebut-sebut menjadi alternatif ibu kota baru.

Tetapi, pakar tata kota dari Universitas Trisakti Nirwono Yoga kepada VOA mengatakan Jakarta masih layak jadi ibu kota karena investasi besar-besaran yang telah dilakukan, bahkan untuk beberapa tahun ke depan. Menurutnya, pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang harus memusatkan perhatian menyelesaikan persoalan-persoalan yang selama ini melilit ibu kota.

“Karena untuk saat ini bahkan untuk 10 tahun ke depan sampai dengan 2030, bisa dikatakan belum ada urgensinya untuk memindahkan ibu kota dari Jakarta,” kata Yoga.

Menurut Yoga, investasi luar biasa besar untuk infrastruktur Jakarta, seperti pembangunan Moda Transportasi Terpadu (MRT) dan Lintas Rel Terpadu (LRT) baru bisa dinikmati pada 2030. Selain itu, ada harapan banjir dan macet harus bisa diselesaikan juga pada 2030.

“Artinya, kalau itu dijadikan patokan, Jakarta masih layak menjadi ibu kota. Kalau tidak, ngapain kita investasi besar-besaran kemudian kita tidak percaya bahwa Jakarta akan bebas banjir dan macet,” ungkap Nirwono kepada VOA.

Seorang ibu dan anak-anaknya tiba di stasiun MRT di Jakarta, Indonesia, 12 Maret 2019.

 

Nirwono menambahkan daripada menghabiskan anggaran Rp466 triliun untuk membangun sebuah ibu kota baru, lebih baik uang tersebut didistribusikan kepada kota lain untuk dikembangkan menjadi pusat pertumbuhan perekonomian yang baru dan warga tidak perlu datang ke kota besar seperti Jakarta untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang lebih layak.

“Kalau kita bicara soal Jawa aja dulu, selain Jabodetabek tadi kan Bandung, Semarang dan Surabaya kan kota sudah jadi. Dananya tidak usah besar, tinggal kita dorong mereka arahnya mau fokus kemana pengembangannya, langsung jalan,” kata Nirwono.

Sedangkan dana yang berlebih bisa dipakai untuk kota-kota di Sumatra, misalnya untuk Medan, Padang, Palembang, atau untuk Pontianak Kalimantan Barat dan di Sulawesi.

“Jadi fokus. Karena kalau didistribusikan sesuai kebutuhan, kita harap 10 tahun ke depan kota yang kita dorong ekonominya menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru sehingga warga dimasing-masing pulau tadi tidak perlu datang ke Jawa. Itu lebih menjanjikan,” jelasnya.

Para pengendara motor menerjang banjir yang menggenang kawasan bisnis Jakarta, 11 Desember 2017. (REUTERS/Beawiharta)

Rencana Pemindahan Ibu Kota

Presiden Joko Widodo mengungkapkan rencana pemindahan ibu kota ketika melawat ke Cikupa, Tangerang, Selasa lalu (30/4). Pembahasannya, menurut Jokowi, sudah dilakukan secara intensif tiga tahun belakangan.

Pemerataan pembangunan dan perekonomian adalah salah satu alasan utama memindahkan ibu kota, ujar Jokowi kepada wartawan. “Sehingga kemarin saya putuskan pindah ke luar Jawa,” tuturnya. Menurutnya, saat ini pemerintah memiliki tiga kandidat lokasi di mana ibu kota baru tersebut nantinya berada, namun belum diputuskan karena masih terus melakukan kajian mendalam.

“Kita harus cek secara detail mengenai daya dukung lingkungan, airnya seperti apa, kebencanaannya seperti apa, kemudian nanti pengembangan untuk ibu kota ke depan apakah masih memungkinkan atau tidak. Semua kalkulasi ini harus dirampungkan dulu, nanti disampaikan lagi ke saya baru saya putuskan,” papar presiden.

Ditemui seusai mengikuti Rapat Terbatas di kantor presiden, Jumat (3/5), Menteri Agraria dan Tata Ruang (ATR) Sofyan Djalil mengatakan pemerintah sudah mempersiapkan lahan seluas 300 ribu ha untuk calon ibu kota negara baru ini. Namun ia menolak merinci lebih jauh.

“Yang jelas Pak Presiden mengatakan di luar Jawa. Kita sudah ada. Sekarang kenapa tidak dikasih tahu lokasi karena nanti banyak sekali spekulan tanah. (Luasnya?) Besar, mungkin sekitar 300an ribu ha. Supaya nanti kota masa depan yang bagus yang ada taman luas,” ujar Sofyan.

Seorang penjaja minuman menawarkan air minum kepada pengendara mobil dan motor yang terjebak macet di jalan Sudirman Jakarta, 13 Juni 2017.

Ditambahkannya, tanah yang dipersiapkan untuk calon ibu kota baru merupakan tanah milik negara, sehingga nantinya seharusnya tidak akan ada sengketa lahan.

Apa Kriteria Penting Ibu kota Baru?

Pakar tata kota Nirwono Yoga menyebut beberapa kriteria yang sedianya dipertimbangkan untuk menjadi ibu kota baru, antara lain tingkat kerawanan bencana dan kesiapan infrastruktur.

Jika Kalimantan yang dipilih, menurut Nirwono ada beberapa masalah yang harus diselesaikan terlebih dahulu, antara lain penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan, dan banjir.

“Artinya, sebenarnya kondisi lingkungan Kalimantan sedang mengalami kualitas degradasi lingkungan. Nah, kalau ibu kotanya jadi pindah ke Kalimantan, ada tidak komitmen tiga persoalan lingkungan tadi bisa dihentikan, bagaimana?” kata Nirwono

“Kalau tidak, ancamannya akan lebih besar lagi. Ibu kota jadi disitu, masa kita mau pindah lagi kalau suatu saat hutannya habis, dan banjir dimana-mana di Kalimantan?” pungkas Nirwono. [gi/em]

 

https://www.voaindonesia.com/a/pemindahan-ibu-kota-perlukah-/4904322.html

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *