“GURU ?” TAKZIM PADA GURU ZUHDIANNOOR (alm)
BANJARMASIN-DUTATV.COM Sahabat Secangkir Kopi Seribu Inspirasi, apa yang terbayang di benak dan fikiran sahabat semua pada saat mendengar atau membaca kata “guru” di atas ? saya berkeyakinan ada banyak bayangan dibenak dan fikiran kita tentang guru ini, terlebih dalam tradisi kita di masyarakat Banua (Kalimantan Selatan) sosok guru melebih terminology biasa, karena ia juga melekat sosok “kealiman” tokoh yang biasa kita sebut “tuan guru”. Oleh karena itu pembahasan terhadap topic guru ini bisa jadi pembahasan yang tidak akan ada habisnya sepanjang kehidupan kita. Namun kali ini ijinkan saya setelah terinspirasi dari Pengajian Guru Zuhdiannoor (Guru Zuhdi) tentang “orang yang beruntung” di YouTube, maka teringatlah kembali bayangan sosok bagaimana kedalaman dan kesantunan beliau sebagai Guru, sehingga membawa “ketakziman” saya kepada beliau.
Sahabat ! pertama tidak seorangpun orang “sukses” lahir tanpa bantuan guru, karena sepanjang pendidikan formal (bangku sekolah atau pesantren) dan informal (mengaji baduduk atau belajar sendiri) dilakukan dalam kehidupan, maka sosok guru selalu hadir menjadi bagian susunan puzzle yang membentuk kehidupan kita sekarang ini, oleh karena itu sangat mustahil menampikan peran guru dalam kehidupan kita, karena tidak ada satu alasanpun yang bisa diterima akal untuk menampikannya perannya tersebut.
Sahabat ! namun terkadang ada diantara kita yang merasa “saya ini pintar”, bahkan kepintaran saya sekarang melebihi kepintaran guru yang mengajar saya, oleh karena itu saya tidak memerlukan guru lagi dalam karir dan kehidupan saya. Pernyataan seperti ini terlihat sekilas punya logika yang pas, karena mengukur peran guru dari sisi pengetahuan dan keterampilan guru atau juga keberhasilan guru yang secara social ekonomi berada di bawah status sang murid yang sudah sukses dalam kehidupannya. Akan tetapi sesungguhnya peran dan sosok seorang guru tidak sekedar membekali dan melatih diri kita menjadi cerdas intelektual atau alim atau menguasai keterampilan tertentu, melainkan mempunyai dimensi yang lebih dalam dari sekedar hal tersebut.
Sahabat ! seorang guru sesungguhnya sosok yang paling tahu tentang kondisi atau keadaan diri kita, sehingga secara arif dia mengetahui kekurangan dan kelebihan yang ada pada diri kita yang tidak kita sadari. Dalam konteks inilah sosok guru mempunyai kemampuan “membaca” jati diri kita, sehingga dia tahu betul dititik mana sang murid ini dipicu untuk kemajuan ilmunya dan dititik mana ia mempunyai kelemahan yang harus diperbaikinya, di saat mana ia memuji muridnya dan di saat mana pula ia akan menegur atau menasihati muridnya atas kelemahan yang ada pada dirinya tersebut.
Sahabat ! begitulah sosok guru yang diteladankan oleh Guru Zuhdi pada saat beliau mengajar atau memberikan tausiah atau pengajian pada Jemaahnya, sosok guru yang mulia ini mencontohkan dengan pandainya “melempar” dua hal, yaitu saat beliau memberikan wawasan ajaran agama, dan saat beliau menaburkan garam ke jemaahnya (menegur atau mengingatkan). Pada saat beliau memberikan wawasan ajaran untuk menjadi orang yang beruntung dalam hidup adalah orang yang mampu “membunuh” nafsunya dengan menghilangkan “rasa” atau “merasa” saat berbuat atau mempunyai sesuatu, seperti merasa kaya, merasa pintar, merasa alim, dan sebagainya sehingga menimbulkan ingin dihormati, maka saat itu nafsulah yang ada pada dirinya. Nafsu yang seperti ini mesti dibunuh dengan mengatakan kepada nafsu (dalam diri kita) bahwa “kamu tidak mepunyai apa-apa” yang mempunyai semuanya itu hanyalah Allah.
Sahabat ! begitu juga saat beliau mengkritik kelemahan kita (jamaah), dengan cara menaburkan garam dan ternyata dari taburan garam itu ada diantara kita yang nerasa keperihan mata, karena apa yang dikatakan beliau tersebut sesungguhnya kritikan atau teguran terhadap kekurangan atau kelemahan kita, yang dengan teguran tersebut membuat tersadar bahwa selama ini kita telah lalai dalam hidup, seperti kelalaian kita terlalu asyik dengan kehidupan mencari harta, sehingga hari-hari dilalui dengan menghitung “nota”, padahal usia sudah senja (limapuluhan tahun) yang mestinya saatnya sudah untuk bertobat dan beristighfar meminta ampun akan segala dosa yang begitu banyak kita lakukan selama hidup ini.
Sahabat ! seorang guru pandai bertamsil untuk mengingatkan kita dengan logika yang sederhana dan inipun terkadang karena kita merasa pintar, lupa atau lalai memikirkannya “ ketika kalian dipinjami kendaraan, bagaimana reaksi kalian kalau kendaraan tersebut oleh sipeminjam dikembalikan dalam keadaan rusak” ???” tentu kita akan menyebut orang yang tidak tahu diri terhadap orang yang meminjam tersebut, atau bahkan kita mengumpatnya dan meminta agar dia mengganti kerusakannya. Lantas bagaimana kemudian kita yang “dipinjami” tubuh ini oleh Allah diberiNya “ruh” kehidupan, kita apakan tubuh yang kita pinjam ini selama hidup, mata kita, tangan kita, hidung kita, kaki kita, kepala kita, otak (fikiran dan kecerdasan) kita, seberapa dosa yang dibuat oleh anggota tubuh kita itu dengan menggunakannya dan memamerkan pada sesuatu yang diharamkannya???…. dan lantas fikirkan saat tubuh itu kita kembalikan kepada Allah penuh dosa yang berarti rusak berantakan karena dosa itu, lantas bagaimana reaksi Allah menurut sahabat ???
Sahabat ! saatnya kita bertobat untuk semua dosa dan kesalahan kita dan jangan mengulanginya lagi, saatnya kita berterimakasih kepada Guru, dengan mengamalkan nasihatnya, semoga guru guru kita mendapat Rahmat dari Allah SWT. Amin….
Sahabat ! GURU ITU DIPERLUKAN TIDAK HANYA SEKEDAR MENJADIKAN KITA PINTAR DAN SUKSES, MELAINKAN SEBAGAI SOSOK YANG BISA MENGINGATKAN KITA TENTANG KEKELIRUAN JALAN HIDUP YANG KITA LALUI.
Salam Secangkir Kopi Seribu Inspirasi.
#Semakintuasemakinbijaksana
#semakintuasemakinbahagia