COVID 19 MELAHIRKAN “THE NEW NORMAL ERA” (oleh : IBG DHARMA PUTRA)

Pengantar Redaksi :

Tulisan ini saya dapatkan dari postingan IBG Dharma Putera yang ditulis beliau di Group WA Silaturahmi Pemprop Kal-Sel, setelah saya amati tulisan ini sangat inspiratif dan penting untuk disebarkan agar kita bisa mendapatkan perspektif alternatif yang holistik terhadap munculnya pandemic covid 19 sekarang ini.  Atas ijin yang bersangkutan saya muat di sini agar menjamin kemurnian tulisan yang inspiratif ini terhindar dari pengurangan dan penambahan apabila dibagikan di media sosial. dr H IBG Dharma Putera, MKM menempuh pendidikan S1 di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan kemudian melanjutkan ke Program Studi Magister Epidemiologi di Universitas Indonesia, sekarang beliau adalah Direktur RSJ Sambang Lihum Kalimantan Selatan.

THE NEW NORMAL ERA

Sebuah kalimat pendek, yang ditulis dalam pesan WA, oleh Pandu Riono, seorang cendikiawan, seorang guru yang menginspirasi, sekaligus seorang teman guyon yang ceroboh, membuat saya ingin menulis tentang sebuah era normal baru setelah berakhirnya pandemi covid 19 ini.

Kalimat kalimat pendek itu adalah, “Jangan bermimpi pandemi ini akan selesai dalam waktu dekat, kita harus reset kehidupan kita semua“,. “Kita berlari marathon, bukan sprint“. “Jangan juga berpikir kita akan masuk kehidupan normal sebelum pandemi (yang bermasalah), setelah pandemi agak mereda kita akan masuk ke  new normal “.

The New Normal Era atau Era Normal Baru ( ENB ) adalah sebuah budaya bersosialisasi dan beragama dengan cara baru, yang diperkirakan terjadi setelah berakhirnya pandemi covid. Timbulnya perubahan budaya di ENB dipengaruhi keberadaan covid 19, yang telah berhasil memporak porandakan sendi sendi kehidupan manusia.

Kita semua meyakini bahwa covid, sebuah virus, makhluk kecil yang kasat mata, terciptakan bukan tanpa tujuan, walaupun misi penciptaaannya tak akan pernah diketahui dengan pasti. Penciptaan sebuah makhluk oleh sang maha pencipta adalah rahasia YANG MAHA KUASA.

Apapun misi penciptaannya, sangat  jelas terlihat dalam kenyataan, bahwa covid telah memaksa manusia untuk mengubah berbagai tatanan kehidupannya. Siap atau tidak siap, mau atau tidak mau, mampu atau tidak mampu, covid telah membuat manusia berubah, bukan sebuah perubahan prinsip tapi berubah dalam etika bersosialisasi maupun melaksanakan laku spiritualnya.

Kontemplasi mandiri, berakhir pada sebuah kesimpulan bahwa ENB ini seharusnya memang terjadi, karena sekaligus dapat digunakan sebagai langkah untuk memaksa manusia menyesuaikan tingkah laku sosial serta tingkah laku spiritualnya dengan tuntutan era globalisasi yang sudah terjadi dan era revolusi gelombang ketiga yang teramalkan akan segera terjadi. ENB memaksa manusia untuk berubah budaya ke budaya yang lebih mampu menghadapi globalisasi dan revolusi gelombang ketiga.

Sebelum covid menggejala, manusia telah menyikapi globalisasi secara tidak konsisten. Kesepakatan global untuk saling asah, saling asih, saling asuh yang telah disetujui ternyata diubah bukan hanya sekedar saling gasak, saling gesek dan saling gosok, tapi disikapi dengan keliru, dengan saling membunuh karena kerakusan manusia.

Globalisasi pada hakekatnya adalah kolaborasi dan bukan kompetisi, sehingga memerlukan tindakan kerja sama dan kebersamaan bukan persaingan, apalagi persaingan negatif.  Globalisasi adalah sebuah era saling membantu, karena kerumitan dunia, sudah tidak bisa lagi ditangani oleh satu orang atau satu kelompok orang saja.  Globalisasi seharusnya dikelola dalam sebuah harmoni, saling mengisi dan saling menyempurnakan dalam jalinan kemitraan global yang bersyarat kesetaraan, keterbukaan serta saling menguntungkan.

Tapi hakekat kemitraan itu, pada kenyataannya telah dilanggar karena kerakusan manusia dan berakibat pada adanya paradok yang lebih dikenal sebagai global paradok.  Kesepakatan kerja sama yang dibuat untuk saling mengisi ternyata berubah menjadi persaingan bisnis yang saling meniadakan. Dan persingan bisnis pencarian rente itu, membawa dunia ke pinggir jurang kehancurannya.

Globalisasi yang seharusnya mempersatukan, alih alih bahkan menjadi merusak, memporak porandakan dunia, Dan salah satu peristiwa antaranya, sebelum sampai ke akhir kehancuran, adalah pandemi covid yang terasakan saat ini. Pandemi ini juga terjadi karena kerakusan manusia.

ENB juga akan menjadi jawaban terhadap terjadinya revolusi gelombang ketiga, yaitu sebuah dunia yang diwarnai oleh teknologi informasi yang maha canggih, yang bisa menghancurkan pola pengelolaan sistem bermanajemen canggih dengan komunikasi inten, sangat masif yang bersifat personal serta domestik.

Kegiatan yang dilakukan dimasa pandemi covid, yang bertujuan memutus rantai penularan covid seperti bekerja dari rumah, menghindari kerumunan dengan mengutamakan hubungan online dan semua kaidah kaidahnya, seolah merupakan uji coba dalam memasuki dunia yang mengalami revolusi gelomban ketiga.  Dengan uji coba ini, tak diperlukan lagi demontrasi rame rame dan saling protes antara pengemudi taksi konvensional dengan manajemen canggih dengan pengemudi taksi online yang mandiri, hemat manajemen dan cuma mengandalkan komunikasi yang masuk sampai kedalam saku baju manusia.

Sejarah memang memberi bukti, manusia harus dipaksa untuk berubah melalui dua gelombang revolusi terdahulu. Dan covid memaksanya lagi untuk berubah sehingga menjadi bagian dari umat pada era revolusi  gelombang ketiga.

Pada revolusi gelombang pertama, adalah era revolusi pertanian dan manusia dipaksa untuk lebih menghargai hak hak perempuan karena era nomaden telah terpaksa menjadi era tinggal dirumah dengan segala kegiatan domestik yang lebih dikuasai oleh kaum hawa.

Pada revolusi gelombang kedua, adalah revolusi industri dan manusia dipaksa untuk mempelajari manajemen. Berkembang pesatlah berbagai pola manajemen, dimulai dari manajemen by objektif yang diperkenalkan di jepang, manajemen partisipatif sebagai bentuk penyempurnaannya, manajemen modern dengan berbagai derivatnya, manajemen strategis yang pernah populer di indonesia sampai dengan manajemen skenario yang lagi trend saat ini.

Semua manajemen serba canggih tersebut tumbang di era revolusi gelombang ketiga yang ditandai oleh pesatnya kemajuan teknologi informasi. Toserba ternama dengan manajemen yang canggih, perusahaan taksi  yang juga mempunyai pengelolaan modern, ternyata tergagap gagap bahkan bangkrut dan hampir bangkrut, terkena serangan pertokoan online dan taksi online yang berbasis teknologi informasi.

Globalisasi dan revolusi gelombang ketiga, pada hakekatnya memerlukan sebuah penyikapan yang pas oleh semua manusia penghuni bumi ini. Dan penyikapan yang pas tersebut akan terwujud pada ENB, sebuah era yang timbulnya diinisiasi oleh gertakan dan alarm dari covid.

Perubahan budaya tersebut bersifat menyeluruh tapi tidak bersifat melawan budaya lama, tapi lebih berupa penyempurnaan fundamental. Baik dari sisi etika maupun dari sisi moral.

Dari sisi moral, dalam bentuk tingkah laku spiritual, kenyataan yang terjadi saat ini, karena adanya covid adalah sebuah kegagapan. Kegagapan yang timbul dari kondisi yang sangat membinggungkan bagi sebagian kecil masyarakat beragama.

Kebinggungan itu terjadi karena masyarakat terbiasa “ hanya “ menempatkan Tuhannya, di tempat tertentu, yaitu dintempat ibadah, sehingga lupa bahwa Tuhan ada dimana mana  walaupun tidak kemana mana.  Era rutinitas tekstual ini, berakibat pada “kematian spiritualitas” yang kontekstual. Kondisi “kematian spiritualitas” fundamental tersebut telah didorong dan digeser kembali secara paksa oleh pandemi covid. Manusia dipaksa kembali pada kesadaran bahwa “Tuhan seharusnya ada di hati. Tuhan ada dalam sanubari manusia”. 

Dan disaat pandemi ini, “memindahkan” tempat ibadah kedalam hati manusia, disaat yang  bersamaan, covid juga mendorong kemurnian pembelajaran spiritualitas. Pembelajaran yang selalu berdampingan dengan kepentingan bisnis mencari untung, telah dibuat tiarap sehingga pembelajaran agama tak lagi terlalu banyak berbau bisnis. Agama telah menjadi terisi penuh dengan spiritualitas yang merdeka serta membebaskan dan tidak terlalu banyak diwarnai ceremonial kemeriahan para dagang.

Para pemeluknya, mengalami pergeseran cara beragama kearah cara beragama yang semakin memahami agama sebagai cara untuk betuhan. Beragama secara teks sekaligus kontek, secara lebih fundamental, sehingga agama tak lagi kehilangan sisi hakekat keberadaannya untuk memuliakan manusia.

Dari sisi sosial, pergeseran sosial distancing kearah fisikal distancing akan terjadi di ENB. Jarak fisik tidak akan menyebabkan manusia berjarak secara sosial. Dan kebiasaan tersebut akan bertahan menjadi penyempurnaan budaya, saling menyayangi tanpa tatap muka yang terlalu sering.

Ketulusan, kejujuran, kepedulian, kemampuan berbagi serta berbagai nilai luhur sebuah persahabatan akan konsisten bertahan dan berada bersama sama dalam sebuah hubungan sosial. Karena tanpa nilai nilai luhur tersebut, dengan sangat mudah bagi manusia untuk tidak berhubungan secara online lagi.

Kemunafikan akan dijauhi oleh sebuah hubungan sosial kemanusian. Sekali terbukti bohong, tidak tulus, munafik, hanya mau menang sendiri maka sistem online dari salah satu pihak atau kedua pihak atau semua pihak akan memblok atau saling memblok dan hubungan sosial akan terputus dengan sendirinya.

Kebebasan berbicara akan dijamin, pemilihan sikap peduli atau tidak peduli terhadap sebuah pernyataan, juga sangat bebas serta dilakukan dalam suasana hati yang sangat terkontrol dan dengan penghargaan yang inggi terhadap hak asazi manusia.

Ternyata covid, terlepas dari misi penciptaannya, mampu mengubah manusia untuk menjadi lebih spiritual dan beragama secara fundamental sekaligus lebih santun serta jujur dalam etika pergaulan sosialnya.  Sebuah bangunan etika serta moral yang lebih cocok untuk bisa bertahan dalam era global dan revolusi gelombang ketiga.

Sebuah paksaan yang harus disikapi sebagai sebuah keharusan takdiriah karena  menolaknya berarti kehancuran. Menolak melakukan pergeseran etika moral kearah yang lebih baik dan fundamental, berarti kegagalan menghadap pandemi covid. Dan sekaligus berarti kegagalan kehidupan kemanusiaan serta umat manusia.

Kata kuncinya jangan rakus, perkuat toleransi.

Dr. Syaifudin

Dewan Redaksi Duta TV

Berita Lainnya

Comment

  1. Selamat malam.

    Saya Usluddin, warga Kal-Sel berprofesi sebagai Pekerja Sosial Anak Kementerian Sosial.
    Saya mau bertanya, ada kolom khusus di dutatv untuk menerbitkan tulisan berbentuk artikel.

    Terima kasih.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *