SANDARAN KEBAHAGIAAN YANG ABADI
BANJARMASIN-DUTATV. Sahabat Secangkir Kopi Seribu Inspirasi, sebuah renungan muncul saat membaca (tadarus Alqur’an) tiga ayat dari surah Al-An’aam ayat 76, 77 dan 78 yang ketiga ayat ini menurut saya “intinya” menceritakan bagaimana Nabi Ibrahim “menemukan” Tuhan, Dia (Nabi Ibrahim) melihat bintang, barangkali inilah Tuhan katanya, Dia melihat bulan, barangkali inilah Tuhan katanya dan Dia melihat matahari barangkali inilah Tuhan katanya, tetapi saat bintang, bulan dan matahari itu tenggelam, Ia mengatakan saya tidak berTuhan dari yang bisa tenggelam, TUHAN SAYA ADALAH TUHAN YANG MENCIPTAKAN BINTANG, BULAN DAN MATAHARI tersebut. Lantas renungan itu memunculkan inspirasi untuk saya menulis “kalau kebahagiaan hidup disandarkan kepada benda, maka kita hanya akan mendapatkan kesenangan, tapi tidak mendapatkan kebahagiaan yang abadi” (baca= kesenangan yang damai dan kekal).
Sahabat ! di edisi sebelumnya saya sudah membahas dalam kehidupan kita sering menyandarkan kebahagiaan itu dengan sesuatu yang berada di luar diri kita, sehingga “timing” kebahagiaan akan kita rasakan saat sesuatu yang berada di luar diri kita itu kita dapatkan, sehingga kebahagiaan itu menjadi bersyarat. Disamping itu proses perjuangan untuk mendapatkan syarat itu kita anggap dan rasakan bukan sesuatu yang membahagiakan dan cenderung kita sebut sebagai masa “berkorban”. Oleh karena itulah saya mengatakan sesungguhnya proses untuk mencapai syarat bahagia itulah “timing” yang membahagiakan, sehingga muncul konsep “kebahagiaanlah yang menjadikan kita sukses, bukan sukses yang menjadikan kita bahagia”.
Sahabat ! ternyata ada dalam suatu kondisi tertentu manakala kita berhenti dari proses dan tercapainya kesuksesan yang membuat kita bahagia itu, maka kita tidak lagi bahagia, jadi kebahagiaan itu menjadi tidak kekal dan abadi, karena ia terhenti pada proses dan hasilnya saja. Lantas setelah semua kita capai, maka seberapa lama kita berada atau bertahan dalam kondisi yang membahagiakan kita tersebut ? saya berkeyakinan hal tersebut tidak akan lama bertahan, karena pencapaian yang kita lakukan itu akan netral menjadi hal yang biasa dalam kehidupan, seperti perjuangan mendapatkan barang, karir, pendidikan yang kita inginkan, maka proses mencapai dan mendapatkannya akan membahagiakan kita, namun setelah itu tercapai lambat laun akan pudar dan menjadi biasa.
Sahabat ! Kenapa hal tersebut bisa terjadi, karena kita menyandarkan kebahagiaan pada proses dan hasil yang semuanya bersifat KEBENDAAN atau MATERI, dan saat benda atau materi tersebut menjadi biasa dan memudar atau bahkan lenyap, maka kita tidak dapat lagi merasakan kebahagiaannya, kecuali hanya gembira pada saat kita kilas balik dalam mencapainya. Untuk itulah bagaimana kalau kalau kita abstraksikan ke tingkatan lebih tinggi dalam menyandarkan kebahagiaan, yaitu kepada yang sifatnya abadi dan kekal, yang tidak pernah pudar, yang tidak pernah hilang dan tidak pernah berubah sedikitpun, sandaran inilah yang saya sebut sebagai SANDARAN SPRITUAL, yaitu menyandarkan dan mesyaratkan “timing” kebahagiaan kepada YANG MAHA KUASA.
Sahabat ! menyandarkan kebahagiaan hidup pada Yang Maha Kuasa, adalah sikap “berserah” atau “ikhlas” dalam setiap proses dan hasil untuk mencapai sesuatu tersebut, dan ini berarti semua proses dan hasil akan melahirkan kebahagiaan, bahkan berapapun derajat hasil yang kita capai atau bahkan tidak mencapainya sekalipun kita tetap berbahagia, karena makna terdalam atau “ultimate meaning” dalam seluruh kehidupan kita tunduk pada takdirNya, sehingga pada hakikatnya tidak ada suatu sisi pun dari usaha dan capaian yang sia-sia, melainkan selalu mengandung hikmah kebaikan bagi diri kita. Bagaimana dengan sandaran kebahagiaan sahabat semua, coba saja SANDARKAN KEBAHAGIAAN ITU PADA SANG PENCIPTA KEHIDUPAN DAN KEBAHAGIAAN ITU SENDIRI, LANTAS KITA TERUS MERASA BERMAKNA DAN BAHAGIA DALAM KEHIDUPAN INI, TIDAK SAJA UNTUK KEHIDUPAN DUNIA, TETAPI JUGA PADA KEHIDUPAN KELAK DI AKHIRAT. INSYAALLAH.
SEMOGA KITA BISA TERUS BERSYUKUR ATAS KEBAHAGIAAN TERSEBUT. AMIN…
Salam Secangkir Kopi Seribu Inspirasi