Berlomba Citra di Musim Corona

Dalam perspektif politik, setiap moment dapat dijadikan panggung untuk melakukan komunikasi politik dengan masyarakat, hal inilah yang menarik perhatian kita saat terjadinya pandemi Covid-19 sekarang ini. Apakah dipanggung ini menggambarkan niat baik yang sesungguhnya atau sekedar melakukan pencitraan, hal ini sangat tergantung pada niatan mereka masing-masing. Namun menurut Erving Goffman, iteraksi itu seperti panggung teater, apa yang mereka pertontonkan tidak mesti sama dengan apa yang dibelakang panggung, oleh karena itu disebutnya dunia sebagai panggung sandiwara.

Begitulah gambaran politisi kita di tengah pandemi. Laksana panggung mega konser dengan ratusan cahaya lampu dan jutaan pasang mata, wabah Corona menjadi magnet kuat politisi untuk mengambil peran dalam panggung covid-19 ini.

Mulai dari kepala negara, kepala daerah hingga kepala desa berlomba untuk mencari inovasi dan formulasi kebijakan yang terbaik untuk melindungi warganya. Tidak ketinggalan para politisi yang berada di lembaga legislatif maupun pengurus partai politik juga turut mengaktualisasi diri dalam urusan penanganan Covid-19. Bahkan para bakal calon kepala daerah yang tengah menunggu bergulirnya pilkada-pun tidak ingin ketinggalan momentum guna tampil ke atas pentas pandemi.

Terlepas dari target apapun yang ingin dicapai dalam berbagai keterlibatan itu, citra (gambaran) sosok para politisi dengan sendirinya telah terekam dalam jejak digital dan ingatan publik. Di tengah goncangan wabah, para politisi justru semakin tertantang untuk membangun citra persepsi rakyat terhadap dirinya. Entah itu citra sebagai orang yang  tanggap  terhadap  permasalahan, orang yang handal meracik kebijakan  dan strategi menangani wabah, orang yang dermawan dengan banyak memberi sumbangan, orang yang peduli terhadap penderitaan masyarakat kecil, orang yang dapat diandalkan karena memiliki kapabilitas kepemimpinan maupun kemampuan manajerial yang baik dan lain sebagainya. Citra yang positif akan terkristaslisasi menjadi opini publik yang positif, hingga pada akhirnya membawa kepercayaan (trust) dari rakyat. Kepercayaan yang tinggi ini merupakan modal politik yang kuat dalam mendulang popularitas dan elektabilitas, baik di level eksekutif maupun legislatif.  Jangan  heran  bila mereka berlomba-lomba untuk all-out, memberikan kontribusi maksimal demi menjadi yang terbaik dalam menangani krisis Corona.

Sebagai  contoh,  lembaga  survei  Median, merilis hasil polling mereka terkait kepala daerah yang memiliki prestasi dalam menangani pandemi Covid-19. Posisi pertama ditempati Anies Baswedan, diikuiti Ganjar Pranowo diposisi kedua serta Ridwan Kamil di posisi ketiga. Lembaga survei lainnya, Repro Indonesia juga melakukan survei persepsi publik tentang penanganan wabah Covid-19 yang dilakukan pemerintah. Pemerintah Provinsi Jawa Barat di bawah komando Ridwan Kamil dinilai paling baik dan cepat tanggap dalam melakukan penanganan penyebaran virus Corona, disusul DKI Jakarta, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Hasil survei Saiful Mujani Research Center (SMRC) juga mempublikasikan temuan yang menepatkan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dan gubernurnya yakni Ganjar Pranowo paling responsif dan cepat dalam mengambil.

Kebijakan penanggulangan virus Corona, disusul Jawa Timur dan DKI Jakarta. Sementara Jawa Barat dianggap paling lamban dalam menangani Covid-19.

Walaupun survei yang dilakukan oleh tiga lembaga tersebut menunjukkan hasil yang berbeda, yang jelas citra Anies Baswedan, Ridwan Kamil dan Ganjar Pranowosemakin melambung di tengah pandemi Corona. Ketiganya merupakan contoh bagaimana kepala daerah yang juga sebagai politisi itu bekerja, sekaligus mendapatkan citra. Ironisnya, disaat keberhasilan mereka memanen citra positif, masih ditemukan politisi/kepala daerah yang gagal dalam membangun citranya. Alih-alih menuai simpati rakyat dan citra positif, Bupati Klaten justru dihujat banyak netizen karena membagikan hand sanitizer yang ditempeli stiker bergambar wajahnya, namun setelah dilepas tertulis bantuan dari Kementerian Sosial. Membangun citra memang tidak mudah, perlu kejelian dan kecerdasan tersendiri guna memilih tindakan yang benar di momentum yang tepat.

Dalam konteks politik lokal-pun sama latahnya. Sangat mudah dijumpai para politisi termasuk kepala daerah yang antusias mempublikasikan keikutsertaannya dalam penanganan wabah Covid-19,  baik  melalui media mainstream maupun media sosial. Bentuknya pun variatif, ada yang kerap membagi-bagikan logistik kebutuhan masyarakat, ada yang membuat terobosan kebijakan-kebijakan, ada yang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan, ada yang mengkritisi kebijakan, ada yang sibuk mengadakan diskusi dan dialog dengan stake-holder terkait, ada yang memilih melakukan himbauan kepada masyarakat dan rajin membuat statement di media online, hingga ada politisi yang justru memilih untuk me-“lockdown” diri dari aktifitas publik. Apapun  jalan  dan  strategi  yang  mereka  pilih,  baik  aktif  maupun  pasif,  tentu  akan membawa konsekuensi pembentukan citra yang juga beragam di mata publik. Menariknya, karena di Kalimantan Selatan akan menggelar pilkada gubernur dan pilkada bupati/walikota, pencitraan para politisi semakin menggoda untuk diamati. Sebab, tidak hanya bagi kepala daerah petahana, para bakal calon penantang incumbent juga tidak ingin kehilangan momentum guna memperkuat citranya di era pandemi, mumpung masih ada waktu sebelum kampanye pilkada dimulai.

Menariknya  lagi,  ragam  cara  membentuk  citra  yang  dilakukan  politisi  di  era  Corona dapat kita kelompokkan berdasarkan karakter khas berbagai jenis ikan. Pertama, Politisi Papuyu. Adalah mereka yang menunjukkan diri sebagai pekerja keras, gigih dalam membantu masyarakat serta memiliki daya tahan tinggi terhadap berbagai kondisi yang tidak menentu. Sejak awal kasus Corona merebak hingga saat ini, politisi Papuyu tidak pernah berhenti untuk melakukan aksi nyata, walaupun dirinya sendiri tidak tahu sampai kapan wabah ini akan mereda. Baginya akan lebih baik jika dirinya terus  bertindak  dalam  memerangi  dan memutus  mata  rantai  penyebaran  Covid-19, daripada menanggapi komentar-komentar nyinyir yang menudingnya melakukan pencitraan. Politisi ini layaknya Ikan Papuyu yang kuat bertahan terhadap kekeringan. Papuyu mampu berpindah dari tempat kering menuju tempat berair dengan merayap di tanah menggunakan tutup insangnya yang dimekarkan.

Kedua, Politisi Haruan. Adalah mereka yang sangat agresif melakukan pencitraan untuk menunjukkan dirinya prihatin, peduli dan berkontribusi besar dalam membantu masyarakat menghadapi wabah. Macam politisi ini berupaya untuk terus membentuk citra positifnya dimanapun dan kapanpun dirinya beraktifitas. Apapun akan dia lakukan selagi bisa dipandang positif di mata publik. Politisi berkarakter ini terus berupaya eksis dan selalu ingin tampil dominan dalam berbagai kegiatan penanganan Corona hingga membagi-bagikan bantuan sosial bagi masyarakat yang terdampak. Saking bernafsunya membingkai citra,  terkadang bertindak ceroboh dan cenderung serampangan hingga lupa diri dalam mengenali secara etis mana yang menjadi domain kewenangannya atau bukan. Politisi seperti ini diibaratkan seperti Ikan Haruan yang dikenal sebagai predator puncak di air tawar yang agresif dalam mencari makan. Haruan merupakan ikan yang rakus. Karena memiliki struktur rahang besar, selain memakan ikan-ikan lain (termasuk Haruan yang lebih kecil ukurannya), Haruan sanggup memakan katak, udang maupun binatang kecil lainnya yang mereka temukan.

1 2Laman berikutnya

Helman

Uploader.

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *