Turun Kelas karena Iuran BPJS Kesehatan Naik, Masalah Lain Mengintai
DUTA TV – Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengingatkan dampak buruk terjadinya gelombang penurunan kelas iuran BPJS Kesehatan. Apabila masyarakat menumpuk di kelas III maka akan terjadi potensi berebut pelayanan kesehatan.
Pasalnya, jumlah pelayanan kesehatan di rumah sakit untuk pengguna kelas III terbatas, bahkan cenderung tak ada penambahan.
“Persoalannya kalau menumpuk ini akan menimbulkan keributan. Jadi rebutan kamar dan pelayanan. Ini kan jumlahnya sedikit, bertambah juga nggak, tapi demand-nya banyak,” jelas Timboel dalam webinar bersama Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Jumat (29/5/2020).
Seperti diketahui pasca pemerintah telah menaikkan kembali iuran BPJS Kesehatan, opsi penurunan kelas menjadi jalan keluar bagi peserta yang tak lagi mampu membayar iuran kelas I dan II.
Opsi turun kelas ini menurut Timboel juga dapat memicu adanya ketidakadilan. Dia mengatakan mungkin untuk peserta mandiri BPJS masih bisa dan diperbolehkan untuk memilih kenaikan kelas pelayanan saat di rumah sakit.
Namun lain ceritanya bagi masyarakat penerima bantuan iuran (PBI), mereka tidak bisa memilih naik kelas pelayanan karena dibiayai negara. Bagi PBI mereka hanya bisa sabar menunggu apabila harus antre.
“Oke kalau yang peserta mandiri masih bisa ajukan kenaikan kelas, tambah biaya bisa. Nah kalau yang masyarakat miskin, yang PBI bagaimana? Ini kan jadi menimbulkan ketidakadilan,” ungkap Timboel.
Dari catatannya, Timboel memaparkan telah terjadi gelombang turun kelas yang signifikan sejak Oktober 2019 menuju Februari 2020. Setidaknya ada penurunan pada kelas I sebanyak 854.349 orang, namun dia tidak merinci turun ke kelas II atau ke kelas III. Sementara untuk kelas II yang turun ke kelas III ada penurunan kelas sebanyak 1.201.232 orang.
Pemerintah sendiri mulai Juli yang akan datang menaikkan iuran BPJS Kesehatan, kelas I dan II akan naik duluan. Sementara kelas III iurannya masih ditahan, baru naik mulai tahun depan.(ern/dtk)