Nyinyir, Tren Komunikasi Generasi Sosial Media

DUTA TV Banjarmasin – Sosial media saat ini menjadi sarana eksis dan komunikasi bagi semua kalangan.  Tidak lagi berbatas dan berkasta.  Selagi punya kuota,  akun email,  maka siapa saja berhak mempunyai berbagai akun sosial media. Meskipun pada akhirnya akan terpilah dengan sendirinya. Kecenderungan pemilihan jenis sosial media,  bergantung kepada ketertarikan,  ‘interest’seseorang.

Facebook adalah media yang dipilih hampir semua kalangan,  baik yang punya keinginan menyampaikan gagasan atau yang hanya sekedar eksis. Twitter dipilih oleh mereka yang selalu ingin menyampaikan gagasan,  kritik atau sekedar menjadi pengamat.  Sementara instagram lebih kepada sarana untuk eksis dan bisnis dengan media foto atau video. Youtube chanel menjadi media yang lebih besar lagi dengan memperhitungkan keuntungan bisnis yang didapatkan,  khususnya untuk para publik figur.  Mereka tidak lagi melulu mengandalkan media ‘mainstream’ untuk menguatkan eksistensinya.

Di luar media sosial ini,  masih ada tapi kurang populer.  Dunia maya yang menaungi dunia media sosial, bisa menjadi sarana bagi mereka yang mempunyai kendala komunikasi di dunia nyata.  Banyak terjadi,  seseorang begitu ‘vocal’ di dunia maya,  mengkritisi bahkan dikenal dengan istilah ‘nyinyir’,  ‘julid’,  tetapi saat harus dihadirkan di dunia nyata,  mempunyai pribadi yang berbeda dengan apa yang ditulisnya.

‘Nyinyir’ saat ini menjadi tren komunikasi agar mendapat perhatian.  Apapun dan siapa pun dikritisi.  Bahkan ada akun-akun yang memang menjadikan ‘nyinyir’ sebagai sumber bisnisnya, atau sarana untuk eksis agar diperhitungkan secara politik, bisnis atau hal lainnya.

Gaya komunikasi ‘nyinyir’ bisa membuat apa yang disampaikannya diperhatikan. Jika ditinjau dari makna komunikasi,  pesannya sampai.  Tetapi saat nyinyir sudah menimbulkan kegaduhan,  bahkan lebih jauh masuk wilayah fitnah,  hoax dan pencemaran nama baik,  maka akan ada garisan hukum yang membatasinya.

Sayangnya, kebanyakan orang yang memilih gaya komunikasi nyinyir tidak diimbangi dengan pengetahuan hukum yang memadai,  khususnya UU ITE,  sehingga akhirnya harus berurusan dengan hukum. Para ‘netter’ kadang masih menganggap bahwa akun pribadi layaknya rumah pribadi,  sehingga berhak melakukan apapun. Ketidakpahaman bahwa akun di dunia maya ibarat panggung yang ditonton berjuta pasang mata,  yang kadang membuat netter terjebak masalah hukum. Baik yang ditimbulkan oleh dirinya atau memancing orang untuk memberi komentar nyinyir yang berakibat perseteruan berkepanjangan. Apapun yang diposting oleh netter, adalah sarana untuk mengkomunikasikan dirinya,  pikiran dan idenya. Sarananya bergantung pada akun media sosial pilihannya.

Kegaduhan yang sering ditimbulkan karena perbedaan pendapat atau karena postingan yang di luar kebiasaan,  menjadikan ‘trending’.  Ada sebagian netter yang memang kesehariannya memantau bahkan terjun untuk membuat kegaduhan dan mendorongnya menjadi ‘trending topic’.

Komunikasi tidak semata pesannya sampai,  tapi bagaimana cara menyampaikan itu juga menjadi penting dan akan menentukan dampak selanjutnya dari pesan. Menarik perhatian dengan ‘nyinyir’,   ‘gaduh’ dan ‘trending topic’ adalah sah-sah saja, dan tercapai secara makna komunikasi.  Tetapi ketika hasil akhirnya menjadi ‘blunder’ menimbulkan perpecahan,  polemik berkepanjangan, konsekuensinya adalah berurusan dengan hukum.

Pilihan cara berkomunikasi memberikan gambaran pribadi seseorang.  Menjadi konsekuensi saat seseorang melakukan komunikasi nyinyir,  gaduh atau sampai menyampaikan sesuatu yang tidak sesuai fakta, akan melekat cap pada citra diri pemilik akunnya. Semua pada akhirnya kembali kepada niat dan tujuan komunikasi yang dilakukan,  dan gambar diri seperti apa yang ingin dipersepsi oleh netizen. (DR)

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *