‘MISTERI DIAM ?’

BANJARMASIN-DUTATV.COM Sahabat Secangkir Kopi Seribu Inspirasi, apa yang sahabat bayangkan saat mendengar kata “diam”? saya yakin banyak ragam jawaban yang bisa saja berbeda dan bisa juga sama dari jawaban sahabat semua itu, adapun yang pasti saya punya keyakinan dalam kondisi tertentu sahabat sudah pernah “diam”. Kali ini saat saya menulis tentang diam ini, terinspirasi dari dialog saya dengan Host DIA Diana Rosianty saat sesi taping program dengan narsumnya.

Sahabat ! sesungguhnya secara terminologi diam itu dapat mengandung beberapa arti, yang pertama diam itu sering diartikan suatu kondisi dari seseorang atau sekelompok orang yang “tidak bicara” jadi diam disini dikaitkan dengan aktivitas bersuara, kedua diam juga bisa diartikan pada aktivitas gerak tubuh, sehingga diam mengandung arti orang tidak bergerak, ketiga diam juga diartikan yang berkiatan dengan kondisi pasif, yaitu yang semestinya seseorang melakukan sesuatu, akan tetapi dia tidak melakukan sesuatu tersebut.

Sahabat ! diam yang saya bahas kali ini adalah diam yang berkaitan dengan aktivitas suara, sehingga yang saya sebut diam adalah seseorang tidak bersuara atau menyampaikan pendapat atau sikapnya melalui suara.” Oleh karena itu sering diam dalam arti ini disebut dengan “tutup mulut”’, dan lebih ektrem lagi sampai ada ungkapan “diam seribu bahasa”.

Sahabat ! yang menjadi pertanyaan mendasar adalah “mengapa kita diam?”, artinya kondisi-kondisi seperti apa yang menyebabkan kita diam atau factor apa sesungguhnya yang menyebabkan kita memilih diam, dan untuk menjawabnya coba saja tanyakan kepada diri sahabat masing-masing, kenapa kita mesti melakukan “diam” tersebut.

Sahabat ! secara umum sikap diam dalam sebuah pembicaraan atau diskusi atau dialog atau wawancara, bisa menjadi pertanda bahwa kita memang tidak mengetahui atau tidak menguasai materi topic yang dibicarakan tersebut, atau paling tidak topic tersebut bukan keahlian kita, sehingga kita tidak banyak tahu terhadap apa-apa yang dibicarakan tersebut.” Dalam konteks inilah sikap diam sesungguhnya proses kita menambah wawasan akan suatu topic yang dibicarakan itu.

Sahabat ! disisi lain sikap diam juga bisa menggambarkan suatu kondisi kita sangat ahli dibidang yang dibahas dalam pembicaraan itu, akan tetapi kita melihat pembicara lainnya berbicara bukan pada kapasitas keilmuan atau menurut kita kita terlalu dangkal, dan sifatnya terjadi debat kusir yang tidak rasional dan produktif.” Oleh karena itu sikap diam diambil adalah refleksi dari ke dalaman wawasan kita dan tidak mau terlibat pada pembicaraan yang kurang bermanfaat.

Sahabat ! sikap diam karena kita kurang tahu atau kurang pengetahuan kita adalah sangat lumrah, begitu pula sikap diam karena kita lebih ahli pada bidangnya yang dibicarakan dan menganggap tidak bermanfaat ikut dalam perdebatan itu juga adalah hal yang biasa dan lebihnya orang ini sudah bisa menguasai diri untuk tidak terpancing dalam suatu debat kusir. Namun ada jenis diam yang menurut saya bersifat “pasrah”, yaitu diam karena kita banyak tahu terhadap hal yang dibicarakan, akan tetapi kita mengambil sikap diam, karena kita sesungguhnya kita banyak tahu terhadap apa yang dibicarakan itu, namun “ketahuan” kita itu bertolak belakang dari apa yang dipermukaan dibicarakan. Atau dalam bahasa lain, yang nampak dipermukaan dan yang dibicarakan itu sebenarnya tidak sama dengan kenyataan yang sebenarnya.

Sahabat ! dalam kondisi diam seperti ini, bisa saja kita tidak sanggup mengungkapkan kebenaran yang kita ketahui kebenarannya, lantaran akan menyangkut nama baik seseorang yang kita sayangi, atau orang yang kita hormati. Atau yang kita muliakan.” Oleh karena itu sikap diam yang kita ambil lebih lebih dipengaruhi oleh kepentingan pribadi kita sendiri dengan berbagai macam pertimbangan antara manfaat dan modharatnya atau baik buruknya kalau kita bicara mengungkapkan hal yang sebenarnya, atau istilahnya “bicara apa adanya”.

Sahabat ! kondisi diam seperti ini sesungguhnya semacam “ketidaberdayaan” menghadapi realitas banyaknya “tahu” yang kita miliki, sehingga kita tidak mampu mengucapkannya, dan dalam kondisi yang seperti inilah kita tersadar bahwa “sedikit tahu itu lebih baik, dari pada kita yang banyak tahu” lantas muncullah istilah “tahu sama tahu” sebagai permakluman atas kondisi yang seperti ini.

Sahabat ! sampai disini saya juga terdiam untuk terus membicarakannya, karena sebagaimana sahabat maklumi dan juga saya bisa memaklumi sahabat semua, tidak semua apa yang kita ketahui itu kita ungkapkan, apalagi diungkapkan di depan public, kalau pun kita harus mengungkapkannya, maka sangat bijak kalau diungkapkan secara langsung tanpa didengar orang lain kepada orang yang mau kita beritahu kebenaran yang sesungguhnya itu, agar yang bersangkutan bisa memperbaiki diri, tanpa dipermalukan.

Sahabat ! renungkanlah apakah ini berarti diam itu selemah-lemahnya iman, atau kita tetap berharap justeru diam yang seperti ini adalah diam yang disebut “emas”.

Salam Secangkir Kopi Seribu Inspirasi.

#Semakintuasemakinbijaksana

#semakintuasemakinbahagia