“LOGIKA ASAP???”

BANJARMASIN-DUTATV. Sahabat Secangkir Kopi Seribu Inspirasi, siapa sih yang tidak tahu asap, insyaallah kita semua tahu apa itu asap, akan tetapi kenapa asap menjadi pembicaraan hangat, insyaallah kita juga tahu bahwa ini terkait dengan musim kemarau sekarang ini yang banyak sekali pembicaraan dan bahasan serta kegiatan menanggulangi kebakaran hutan dan lahan yang dampak dari kebakarannya tersebut adalah berupa asap. Oleh karena itu ijinkah saya kali ini membicarakan tentang logika asap, apakah memang asap punya logika ? atau logika apa yang bisa kita tarik dari asap ini ?.

Sahabat ! logika paling populer tentang asap ini adalah “kalau tidak ada api, maka tidak ada asap” artinya (1) api itu akan selalu menjadi sebab dari adanya asap, sehingga tanpa ada api tidak mungkin ada asap, dan (2) asap itu menunjukan adanya api, sehingga pada saat adanya asap, maka pasti ada api, serta (3) api dan asap itu adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, sehingga dimana ada api disitu selalu ada asap.

Sahabat ! dalam pemikiran yang bersifat “kausal” berlaku hukum “sebab akibat”, maknanya segala akibat pasti ada penyebabnya, sehingga gejala apapun yang muncul dan terlihat dalam kehidupan ini sudah bisa dipastikan ada penyebabnya. Penyebab dari suatu akibat yang terjadi ini bisa bersusun bertingkat-tingkat sampai pada level tingkatan yang tertinggi yang kita sebut sebagai “causa prima” yang tidak bisa dicerna lagi dengan akal dan logika kita, karena ini menjadi domainnya YANG MAHA KUASA, karena YANG MAHA KUASALAH sebagai penyebab utama dan penyebab terakhir. Dalam beberapa hal penyebab dari suatu akibat ini bisa bersifat tidak tunggal, artinya akibat itu bisa saja terjadi disebabkan oleh beberapa sebab sehingga dalam konteks ini bisa dipilah mana yang yang penyebab utama dari suatu akibat yang terjadi atau semua sebab itu bernilai sama dalam melahirkan akibat yang terjadi, seperti dalam ajaran kausalitas dibidang hukum, saat seseorang mati karena dibunuh, maka sesungguhnya siapa yang menyebabkannya, apakah karena tusukan, apakah karena pisau, apakah karena sipembuat pisau atau apakah karena si pedagang pisau dan seterusnya karena semua itu saling berkaitan telah menyebabkan terjadinya pembunuhan yang mengakibatkan matinya seseorang tersebut.

Sahabat ! kalau a=b dengan makna a menunjukan b begitu sebaliknya b menunjukan a, maka sesungguhnya pola fikir dan nalar kita diarahkan kepada adanya sesuatu dibalik adanya sesuatu itu (bukan “sesuatunya” yang dikatakan syahrini he he…), dengan bahasa lain kita sudah bisa memastikan adanya sesuatu itu pada saat melihat gejala pada sesuatu pada yang lainnya. Seperti kalau ada asap ada api, berarti asap dan api itu sama dengan adanya, kalau ada angka satu berarti ada angka nol sebelumnya, berarti tidak mungkin ada angka 1 kalau tidak didahului oleh angka satu, “ultimate meaningnya” bahwa sesuatu yang berasal dari ketiadaan maka itulah yang muncullah yang mengadakan, bukankan angka nol adalah bilangan yang tak terhingga, sedangkan angka satu adalah wujudnya yang terhingga. Dari sinilah muncul kesadaran adanya YANG MAHA KUASA (ALLAH) PADA SAAT KITA MELIHAT CIPTAANNYA, dan tidak mungkin ada saya kalau tidak ada orang tua kita yang kawin dan melahirkan, saat orang tua kita belum kawin kita berada dalam ketiadaan dan segala yang menghendaki adanya keberadaan dari ketiadaan itulah adanya YANG MAHA KUASA (ALLAH) dan seterusnya.

Sahabat ! kalau asap menunjukan b berarti logikanya a menunjukan b akan menuntun kita kepada pemikiran dan nalar adanya satu kesatuan yang utuh antara dua variabel tersebut, baik itu yang selaras ataupun yang bersifat sebaliknya. Pada saat ada senyuman, maka kita berkesimpulan disitu ada kebahagiaan, pada saat ada tangisan, maka kita berkesimpulan disitu ada kesedihan, begitu pula terhadap vaiabel yang contrario, seperti saat kita bergembira sebenarnya kesedihan telah menanti untuk mendampinginya, bahkan seperti Kahlil Gibran mengatakan kalau kesedihan ada dikamar tidurmu, maka saat itu kegembiraan ada di kamar tamumu dan seterusnya, yang menggambarkan kekita kedekatan kesatuan dari variabel-variabel tersebut, disinilah muncul konsep yang kita sebut “relativisme” dalam merasakan dan melihat warna kehidupan, karena sesungguhnya tentang warna dan rasa kehidupan itu adalah netral, sehingga tergantung kepada kita memaknainya apakah dengan warna dan rasa tertentu.

Sahabat ! saya mohon maaf kalau ada sahabat yang pusing membaca logika asap dan api di atas, kepusingan itu sebenarnya pertanda sahabat masih bisa berfikir, karena saya saja juga pusing menulisnya, pusing karena harus menyingkat bahasan yang sesungguhnya sangat luas dan dalam, sehingga wajar kalau sahabat juga menilai tulisan ini tidak ada apa-apanya.

YANG PENTING SAHABAT RENUNGKAN DALAM KEHIDUPAN INI, KALAU TIDAK ADA API MAKA TIDAK ADA ASAP, OLEH KARENANYA JANGANLAN BERBUAT “API” KALAU TIDAK INGIN DI SELIMUTI “ASAP” YANG MEMBUAT KITA SAKIT DAN SUSAH.

Salam Secangkir Kopi Seribu Inspirasi.

#Semakintuasemakinbijaksana

#semakintuasemakinbahagia