Harga Topi Burung Ruai Khas Dayak Sampai Rp 20 Juta
Kapuas Hulu, DUTA TV — Di adat Dayak, topi burung ruai merupakan simbol yang digunakan kalangan raja. Orang biasa di zaman dahulu tidak diperkenankan mengenakan topi tersebut. Topi burung ruai biasa dipakai dalam acara-acara besar adat.
Burung ruai atau juga dikenal dengan nama kuau besar melambangkan keindahan dan keelokan. Burung endemik Kalimantan Barat ini juga menjadi penggambaran kelincahan nenek moyang Suku Dayak dalam menjaga alamnya.
Di sanggar miliknya, Fransiska Triana menyimpan pakaian adat Dayak lengkap dengan aksesorinya, termasuk burung ruai. Warga Desa Kedamin Darat, Putussibau, Kalimantan Barat ini menjelaskan burung ruai sudah sulit untuk didapatkan. Hal itu membuatnya kesulitan dalam membuat topi khas Dayak tersebut.
“Kebanyakan (burung ruai) diambil dari hulu sungai (Kapuas) di daerah-daerah pelosok. Itu pun nggak boleh sembarangan ambilnya, karena sudah dilindungi. Biasanya yang diambil bulunya itu burungnya sakit mati di jalan,” terang Fransiska saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.
Mengingat sulitnya mendapatkan bahan baku utama, yakni bulu burung ruai, Fransiska mematok harga cukup mahal untuk pembuatan satu topi. Proses pembuatannya pun memakan waktu lama, karena harus mencari dulu bulu ruai yang bisa digunakan.
Saat ada pesanan, Fransiska akan menghubungi rekanan yang biasa menyediakan bulu ruai. Namun, jika bulu ruai tidak tersedia di rekanan, Fransiska akan mencari sendiri ke tempat lain.
“Ya kisaran itu lah 15-20 juta (rupiah). Harga itu tergantung dari panjang bulu, corak, dan usia burung. Kan semakin tua usianya bulunya semakin panjang,” urai Fransiska.
“Pembuatan paling 2 hari, tapi cari bulunya itu kan susah. Bisa lah sampai sebulan,” ungkap dia.
Kepala Desa Kedamin Darat ini mengatakan pesanan topi burung ruai biasanya datang dari sanggar-sanggar yang menyediakan pakaian adat khas Dayak serta para kolektor. Untuk pemasaran, ia baru merambah daerah Kalimantan Barat hingga Kalimantan Timur.
Topi burung ruai juga dilengkapi dengan beberapa ornamen lain, seperti taring babi, duri landak, hingga tengkorak kera. Namun, tengkorak kera tidak boleh digunakan oleh sembarangan orang, sehingga jika ada pesanan topi burung ruai, Fransiska tidak memasangkan tengkorak kera.
“Gak boleh itu sembarangan orang pakai tengkorak kera. Bisa kesurupan atau sakit,” sebut Fransiska.
Saat ini sanggar milik Fransiska memiliki stok delapan unit topi burung ruai. Tapi ia enggan menjual topi yang sudah ada, karena ingin mengembangkan sanggar miliknya dulu.(dtk)