BEM se-Kalsel Tolak Program Transmigrasi

Banjarmasin, DUTA TV — Puluhan mahasiswa dari BEM se-Kalsel mendemo Kantor DPRD Kalsel menolak program transmigrasi dari pemerintah pusat, Jumat (01/08/25) sore.
Mahasiswa menilai program transmigrasi berpotensi memunculkan konflik sosial di Kalimantan Selatan.
Selain itu, program transmigrasi disebut juga dinilai tidak mempertimbangkan kearifan lokal serta berisiko menimbulkan kerusakan ekosistem di Banua. Belum lagi, transmigrasi dikhawatirkan menambah angka kemiskinan dan pengangguran di Kalimantan Selatan.
Menanggapi aksi massa, Wakil Ketua DPRD Kalsel Kartoyo memastikan siap menjembatani aspirasi masyarakat ke tingkat pusat melalui DPR RI.
Kendati begitu, Kartoyo meminta masyarakat tak perlu khawatir akan hadirnya penduduk pendatang melalui program transmigrasi, karena berdasarkan keterangan menteri, program hanya dilakukan jika pemerintah daerah tujuan mengajukan permintaan.
Kartoyo, menegaskan bahwa permasalahan yang dibahas merupakan kewenangan pemerintah pusat, sehingga DPRD provinsi tidak dapat langsung menangani.
“Kalau kita di DPRD sini tidak bisa membahas karena ini kewenangan pusat, tapi apa yang disampaikan hari ini, hari Senin akan kita bikin pengantar, kita sampaikan ke DPR RI,” ujarnya.
Ia berharap aspirasi tersebut bisa disuarakan oleh fraksi-fraksi yang memiliki perwakilan di tingkat nasional.
“Karena kita lewat politik, siapa tahu nanti masing-masing fraksi membawa ini. Lebih bagus lagi ya, Gerindra ya, PKS,” tambahnya.
Selain menolak program transmigrasi, mahasiswa juga menyampaikan enam tuntutan lain, di antaranya menolak segala bentuk upaya pengaburan sejarah dan mengecam politisasi sejarah untuk kepentingan elite politik.
Selain itu, mereka juga menyuarakan penolakan terhadap aktivitas deforestasi dan pertambangan yang mengabaikan ekosistem serta kearifan lokal masyarakat Kalimantan Selatan.
Tuntutan lainnya adalah penolakan terhadap Undang-Undang TNI, serta desakan agar pemerintah dan DPR RI segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset dan RUU Masyarakat Adat.
Reporter: Evi Dwi Herliyanti





