Pilkada Banjarbaru Lawan Kotak Kosong

Jakarta, DUTA TV — Mahkamah Konstitusi memerintahkan KPU Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, melakukan pemungutan suara ulang (PSU) untuk Pilkada Banjarbaru 2024 dengan mekanisme pemilihan satu pasangan calon atau kotak kosong.

Dengan begitu, surat suara PSU Pilkada Banjarbaru nantinya memuat dua kolom yang terdiri atas kolom yang mencantumkan foto pasangan calon nomor urut 1 Erna Lisa Halaby dan Wartono serta kolom kosong yang tidak bergambar.

“Dilaksanakan dalam waktu 60 hari sejak putusan ini diucapkan,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan amar putusan perkara Nomor 05/PHPU.WAKO-XXIII/2025 yang dimohonkan oleh Lembaga Studi Visi Nusantara Kalsel di Gedung I MK, Jakarta, Senin.

MK dalam hal ini mengabulkan sebagian permohonan Koordinator Lembaga Studi Visi Nusantara Kalsel Muhamad Arifin. Mahkamah menilai, Pilkada Banjarbaru 2024 tidak sesuai dengan amanat UUD NRI Tahun 1945.

Pilkada Banjarbaru 2024 semula diikuti oleh dua pasangan calon, yakni pasangan calon nomor urut 1 Erna-Wartono dan pasangan calon nomor urut 2 Aditya Mufti Ariffin dan Said Abdullah.

Kemudian, pasangan Aditya-Said didiskualifikasi, sebagaimana keputusan KPU tanggal 31 Oktober 2024 berdasarkan rekomendasi Bawaslu yang menyatakan mereka melakukan pelanggaran administratif.

Meskipun telah didiskualifikasi, nama dan gambar Aditya-Said tetap ada di surat suara saat hari pencoblosan 27 November 2024.

Namun begitu, pada saat penghitungan suara, surat suara yang dicoblos pada kolom Aditya-Said dinyatakan sebagai surat suara tidak sah.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih, saat membacakan pertimbangan hukum Mahkamah, mengatakan bahwa kondisi tersebut menimbulkan anomali atau ketidakwajaran dalam penetapan suara sah.

Pilkada Kota Banjarbaru 2024 semestinya merupakan pemilihan dengan satu pasangan calon. Seharusnya, di dalam surat suara, diberi pilihan untuk mencoblos kolom kosong sebagai pernyataan tidak setuju terhadap pasangan calon tunggal.

Mahkamah menilai, Pilkada Kota Banjarbaru tahun lalu merupakan pemilihan tanpa kontestasi yang menyebabkan suara pemilih kehilangan nilai dan makna. Sebab, pemilih seolah-olah hanya memiliki satu pilihan, yakni memilih pasangan calon nomor urut 1.(ant)