Pemilu Ditengah Tantangan “Money Politik”

DUTA TV BANJARMASIN – Pesta demokrasi atau pemilihan umum serentak tinggal hitungan hari lagi. Hingar bingar dan nuansa politik selalu kental ditengah – tengah masyarkat. Mereka yang berkomptesi termasuk para tim sukses berupaya terus mencari simpati ke publik agar menjadi pemenang. Proses pendidikan politik pun terus bergulir seiring tantangan politik praktis yang menggelayut.

Kondisi itu tidak lepas dari Sistem perpolitikan saat ini yang mau tidak mau memaksa para kontestan untuk mengeluarkan biaya besar baik untuk pencalegan maupun pemilukada di setiap daerah-daerah.

Tantangan tersebut kian kental dengan hadangan politik praktis ditengah masyarakat. Bagi sebagian pihak kondisi ini dikhawatirkan akan menggiring para kandidat saat duduk di parlemen menjadi tak amanah atau tidak menjalankan fungsi serta tanggung jawabnya dengan baik.

Dimata pengamat politik sekaligus akademisi di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lambung Mangkurat, Taufik Arbain praktek transaksional dalam pemilu terjadi karena adanya faktor kemiskinan secara ekonomi mupun mental sehingga menurutnya sangat gampang bagi para caleg dengan modal besar untuk membeli suara.

“Kondisi seperti itulah yang menjadi kecendrungan para caleg yang terpilih untuk mengambalikan biaya modal politik mereka saat berkampanye” katanya, dirinya juga menyinggung “dalam istilah politik tidak makan siang yang gratis” pangkasnya.

Hal senada juga disampaikan Gazali Rahman menurutnya sebagian politis memang ada yang menginginkan menjadi anggota legeslatif menjadi sebuah profesi bukan untuk mengabdi kepada negara atau daerah kategori anggota dewan seperti inilah yang menurutnya rawan terhadap praktek-praktek korupsi,” Politisi yang boleh dikatakan untuk dijadikan profesi atau kata lain pekerjaan mau tidak mau kelompok ini harus mengemablaikan modal,” karena menurut dosen di ULM ini ada istilah kelompok 212 dua tahun pertama mengembalikan model tahun ketiga menikmati hasil tahun ke empat dan lima buat modal akan datang.

Biaya modal politik yang sangat besar baik dari pemerintah maupun partai politik menjadikan masyarkat cenderung menyeret pemilih ke arah pragmatis dan transaksional.

Hal itu membuat sebagian kalangan termasuk para pengamat politik sulit untuk menyatakan bahwa dalam pemilu tidak ada yang bersih dari politik uang atau transaksional.

Reporter: Rahmatillah

Berita Lainnya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *