Lockdown, Petanipun Rambah Pasar Digital
DUTA TV – Wabah virus corona membuat sekitar 2.500 petani dari 89 desa di Indonesia yang tergabung di Koperasi Rumah Sayur, kesulitan menjual hasil panen.
Sebelum pandemi datang, mereka menjual hasil panen langsung ke supermarket, hotel, restoran dan kafe di kawasan Jabotabek.
Namun dalam masa pandemi, penjualan menurun lebih dari 60%, maka mereka mulai berdagang daring.
Seorang petani, Opik, yang berjualan sayur seperti kubis ungu dan ketimun jepang di pasar di Jakarta dan Bandung.
“Situasi pandemi ini sangat menyulitkan bagi petani, karena kami terbiasa berjualan secara tradisional di pasar-pasar” kata Opik.
Namun melalui kemitraan dengan perdagangan daring, panen masih bisa menjangkau konsumen secara nasional, khususnya selagi orang-orang tidak bisa pergi ke pasar seperti biasa.
Di Thailand, e-commerce asal Singapura, Lazada, bekerja sama dengan pemerintah setempat membantu petani yang biasanya menjual buah mereka secara lokal.
Pemerintah Thailand dan Lazada sedang mengupayakan 50 penjual buah untuk bergabung selama masa kampanye Golden Fruit Month di bulan Juni.
Platform e-commerce China Alibaba telah membuka Taobao Live untuk petani secara gratis dan juga kanal Foodie Livestream untuk menghubungkan mereka kepada 41 juta pengikut daring di seluruh China.
Pendiri Alibaba Jack Ma mengatakan 15 juta kilogram produk terjual selama tiga hari pertama siaran langsung itu dilakukan.
Di Malaysia, selagi karantina nasional, petani di Dataran Tinggi Cameron dihadapkan dengan persoalan distrisbusi hasil panen: apakah mereka harus membuang berton-ton sayuran segar mereka?
Untuk pertama kalinya, para pertain ini menggunakan perdagangan daring atau e-commerce, yang menjadi penyelamat saat karantina.
Cerita semacam ini banyak bertebaran di kalangan petani dan nelayan di Asia Tenggara yang menyambut cara perdagangan baru ini.(ern/bbc)