Pengacara Edy Mulyadi : Dakwaan 313 Halaman, Lampiran Setebal Bantal
Jakarta, DUTA TV — Tim pengacara Edy Mulyadi, Juju Purwantoro, merasa terkejut dengan berkas dakwaan terhadap kliennya yang sangat tebal. Apalagi lampiran dalam dakwaan disebutnya setebal bantal.
“Sepanjang pengalaman sebagai advokat kami juga ‘surprised’, karena baru melihat materi dakwaan Edy setebal 313 halaman. Ditambah lagi dengan lampiran setebal ‘bantal’ hampir 1.000 lembar (995 halaman),” ujar Juju dalam keterangan kepada wartawan, Rabu (11/5/2022).
Sidang perdana Edy Mulyadi dalam kasus ‘jin buang anak’ ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Rabu (10/5) siang tadi. Edy didakwa membuat keonaran atas konten video di channel YouTube ‘Bang Edy Channel’.
Menurut juju, konten Edy merupakan kritikan positif dan konstruktif kepada pemerintah terkait rencana memindahkan Ibu Kota Negara (IKN) ke Kalimantan Timur. Menurut Juju, konten Edy Mulyadi ini sama sekali tak mengandung SARA.
Adapun beberapa konten video yang diunggah Edy Mulyadi antara lain ‘Tolak Pindah Ibukota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat’, ‘Indonesia Dijarah Rakyat Dipaksa Pasrah. Bersuara Risiko Penjara’, dan ‘Cuma Bancakan Oligarki, Koalisi Masyarakat Kaltim Tolah Pemindahan IKN’.
“Salah satu transkrip atau konten yang didakwakan dengan narasi: “punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke ‘tempat jin buang anak’ dan kalau pasarnya ‘kuntilanak genderuwo’ ngapain gue bangun di sana”,” kata Juju.
Dalam dakwaan tersebut, jaksa menyebutkan bahwa konten Edy tidak memenuhi kaidah-kaidah jurnalistik karena tidak akurat, tidak berimbang, menghakimi, melanggar asas praduga tidak bersalah, dan punya iktikad buruk. JPU juga beralasan terdakwa pada saat konferensi pers bertindak sebagai narasumber sekaligus pemilik aku YouTube ‘Bang Edy Channel’ adalah bukan dalam kapasitas profesi wartawan.
Konten Edy dinilai hanya opini sepihak tanpa keberimbangan pihak lainnya, melainkan kebohongan belaka, penghinaan, pencemaran nama baik, dan membangkitkan permusuhan atau kebencian, serta melanggar asas praduga tidak bersalah. JPU juga menyebutkan konten Edy bukan proses jurnalistik juga bukan suatu produk jurnalistik tetapi ‘gerakan politik’.”(dtk)